Minggu, 08 Juli 2012

Sedikit Info


Tanda-Tanda Penyakit Hati Dan Cara Mendeteksi

Dalam kitabnya Ihyâ `Ulûmuddîn, Al-Ghazali berbicara tentang tanda- tanda penyakit hati dan kiat-kiat untuk mengetahui penyakit hati tersebut. Ia menyebutkan sebuah doa yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati: “Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan doa yang tidak diangkat.” Doa yang berasal dari hadis Nabi saw ini, menunjukkan tanda-tanda orang yang mempunyai penyakit hati. Merujuk pada doa di atas, kita bisa menyimpulkan ciri-ciri orang yang berpenyakit hati sebagai berikut:
Pertama, memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang yang betul- betul takut kepada Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba- Nya ialah orang yang berilmu. Jika ada orang yang berilmu tapi tidak takut kepada Allah, berarti dia memiliki ilmu yang tidak bermanfaat.
Kedua, mempunyai hati yang tidak bisa khusyuk. Dalam menjalankan ibadah, ia tidak bisa mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak bisa menikmati ibadahnya. Ibadah menjadi sebuah kegiatan rutin yang tidak mempengaruhi perilakunya sama sekali. Tanda lahiriah dari orang yang hatinya tidak khusyuk adalah matanya sulit menangis. Nabi SAWmenyebutnya sebagai jumûd al-`ain (mata yang beku dan tidak bisa mencair). Di dalam Al-Quran, Allah menyebut manusia-manusia yang salih sebagai mereka yang …seringkali terhempas dalam sujud dan menangis terisak-isak. Di antara sahabat-sahabat Nabi, terdapat sekelompok orang yang disebut al-bakâun (orang-orang yang selalu menangis) karena setiap kali Nabi berkhutbah, mereka tidak bisa menahan tangisannya.
Dalam sebuah riwayat, para sahabat bercerita: Suatu hari, Nabi Saw menyampaikan nasihat kepada kami. Berguncanglah hati kami dan berlinanglah air mata kami. Kami lalu meminta, “Ya Rasulallah, seakan- akan ini khutbahmu yang terakhir, berilah kami tambahan wasiat.” Kemudian Nabi saw bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku, kalian akan menyaksikan pertengkaran diantara kaum muslimin yang banyak …” Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda: “Hal pertama yang akan dicabut dari umat ini adalah tangisan karena kekhusyukan.”
Ketiga, memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang. Ia memendam ambisi yang tak pernah habis, keinginan yang terus menerus, serta keserakahan yang takkan terpuaskan.
Adapun ciri keempat dari orang yang berpenyakit hati adalah doanya tidak diangkat dan didengar Tuhan.
Kiat Mengobati Penyakit Hati
Cara pertama untuk mengobati penyakit hati, menurut Al-Ghazali, adalah dengan mencari guru yang mengetahui penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut, kita harus datang dengan segala kepasrahan. Kita tidak boleh tersinggung jika guru itu memberitahukan penyakit hati kita.
Amirul Mummineen Umar Ibn Al-Khattab berkata, (RA) “Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku.” Seorang guru harus mencintai kita dengan tulus dan begitu pula sebaliknya, kita harus mencintai guru kita dengan tulus. Apa pun yang dikatakan guru, kita tidak menjadi marah. Kita juga harus mencari guru yang lebih sedikit penyakit hatinya daripada diri kita sendiri.
Kedua, mendapatkan sahabat yang jujur. Sahabat adalah orang yang membenarkan bukan yang `membenar-benarkan’ kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan kita, bukan yang menganggap apapun yang kita lakukan itu betul.\
Ketiga, jika sulit mendapatkan sahabat yang jujur, kita bisa mencari musuh dan mempertimbangkan ucapan-ucapan musuh tentang diri kita. Musuh dapat menunjukkan aib kita dengan lebih jujur ketimbang sahabat kita sendiri.
Keempat, memperhatikan perilaku orang lain yang buruk dan kita rasakan akibat perilaku buruk tersebut pada diri kita. Dengan cara itu, kita tidak akan melakukan hal yang sama. Hal ini sangat mudah karena kita lebih sering memperhatikan perilaku orang lain yang buruk daripada perilaku buruk kita sendiri.
Dahulukan Taat pada Suami
Manakah yang lebih didahulukan antara taat kepada orang tua dan suami?
Secara ringkas jawabannya adalah suami. Dialah orang pertama yang berhak mendapatkan ketaatan dari istri sebelum yang lainnya. Rasulullah sediri pernah bersabda, “Tidak patut bagi manusia untuk bersujud kepada manusia yang lain, dan kalau patut seorang manusia untuk bersujud kepada manusia yang lain tentu aku perintahkan kepada perempuan supaya bersujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami atas perempuan.” (HR. Ahmad) Syaikul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, “Segala puji bagi Rabb alam semesta. Seorang perempuan apabila telah dikawinkan maka suaminya lebih berhak terhadapnya daripada kedua orang tuanya, dan taat kepada suami itu lebih wajib atasnya. “ Allah Ta’ala berfirman, “Sebab itu maka wanita yang shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.
Oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34). Ibnu Taimiyah menyampaikan dalil-dalil yang berkaitan dengan anjuran taat kepada suami. Selanjutnya beliau mengatakan, “Maka perempuan itu di sisi suaminya serupa budak dan tawanan, karena itu ia tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Baik perempuan itu disuruh oleh bapaknya, ibunya atau lainnya, demikian menurut kesepakatan para imam. Dan apabila suami hendak membawa istrinya pindah kesuatu tempat-semantara ia adalah orang senantiasa melakukan segala yang menjadi kewajibannya dan menjaga batas-batas Allah padanya, namun bapaknya melarang menaati suaminya dalam hal itu (perpindahan), maka istri itu wajib menaati suaminya bukan orangtuanya.  Maka kedua orangtua itu zalim (berbuat aniaya), sebab keduanya tidak mempunyai hak untuk melarang wanita tersebut taat kepada suami seperti ini, dan perempuan itu tidak boleh taat kepada ibunya dalam hal yang diperintahkan seperti menjauhkan diri dari suaminya atau jauh padanya hingga suami menalaknya.
Seperti halnya jika wanita itu menuntut nafkah, pakaian dan mas kawin kepada suaminya dengan tuntutan supaya suaminya mentalaknya. Karena itu istri tidak boleh mentaati dari salah seorang dari kedua orangtuanya untuk menimbulkan perceraian apabila suaminya takwa kepada Allah dalam mempergaulinya.’’
Sementara cowok, karena dia si pengemban tanggung jawab, bukan yang jadi si tertanggungjawab, dia masih di bawah orang tuanya, walopun dia pemimpin di rumah tangganya. Garis koordinasinya tetep di situ. 5. “Urut pertama yang harus ditaati #Wanita adalah suaminya. Dan yang pertama harus ditaati lelaki adalah ibunya.” (HR Al Bazzar & Al Hakim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar