Tanda-Tanda Penyakit Hati Dan Cara Mendeteksi
Dalam kitabnya
Ihyâ `Ulûmuddîn, Al-Ghazali berbicara tentang tanda- tanda penyakit hati dan
kiat-kiat untuk mengetahui penyakit hati tersebut. Ia menyebutkan sebuah doa
yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati:
“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang
tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan doa yang
tidak diangkat.” Doa yang berasal dari hadis Nabi saw ini, menunjukkan
tanda-tanda orang yang mempunyai penyakit hati. Merujuk pada doa di atas, kita
bisa menyimpulkan ciri-ciri orang yang berpenyakit hati sebagai berikut:
Pertama,
memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak
menjadikannya lebih dekat kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang yang
betul- betul takut kepada Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu:
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba- Nya ialah orang
yang berilmu. Jika ada orang yang berilmu tapi tidak takut kepada Allah,
berarti dia memiliki ilmu yang tidak bermanfaat.
Kedua,
mempunyai hati yang tidak bisa khusyuk. Dalam menjalankan ibadah, ia tidak bisa
mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak bisa menikmati ibadahnya. Ibadah menjadi
sebuah kegiatan rutin yang tidak mempengaruhi perilakunya sama sekali. Tanda
lahiriah dari orang yang hatinya tidak khusyuk adalah matanya sulit menangis. Nabi
SAWmenyebutnya sebagai jumûd al-`ain (mata yang beku dan tidak bisa mencair).
Di dalam Al-Quran, Allah menyebut manusia-manusia yang salih sebagai mereka
yang …seringkali terhempas dalam sujud dan menangis terisak-isak. Di antara
sahabat-sahabat Nabi, terdapat sekelompok orang yang disebut al-bakâun
(orang-orang yang selalu menangis) karena setiap kali Nabi berkhutbah, mereka tidak
bisa menahan tangisannya.
Dalam sebuah
riwayat, para sahabat bercerita: Suatu hari, Nabi Saw menyampaikan nasihat
kepada kami. Berguncanglah hati kami dan berlinanglah air mata kami. Kami lalu
meminta, “Ya Rasulallah, seakan- akan ini khutbahmu yang terakhir, berilah kami
tambahan wasiat.” Kemudian Nabi saw bersabda, “Barangsiapa di antara kalian
yang hidup sepeninggalku, kalian akan menyaksikan pertengkaran diantara kaum
muslimin yang banyak …” Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda: “Hal pertama
yang akan dicabut dari umat ini adalah tangisan karena kekhusyukan.”
Ketiga, memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang. Ia memendam ambisi yang tak pernah habis, keinginan yang terus menerus, serta keserakahan yang takkan terpuaskan.
Ketiga, memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang. Ia memendam ambisi yang tak pernah habis, keinginan yang terus menerus, serta keserakahan yang takkan terpuaskan.
Adapun ciri
keempat dari orang yang berpenyakit hati adalah doanya tidak diangkat dan
didengar Tuhan.
Kiat Mengobati Penyakit Hati
Cara pertama
untuk mengobati penyakit hati, menurut Al-Ghazali, adalah dengan mencari guru
yang mengetahui penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut,
kita harus datang dengan segala kepasrahan. Kita tidak boleh tersinggung jika
guru itu memberitahukan penyakit hati kita.
Amirul Mummineen Umar Ibn Al-Khattab berkata, (RA) “Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku.” Seorang guru harus mencintai kita dengan tulus dan begitu pula sebaliknya, kita harus mencintai guru kita dengan tulus. Apa pun yang dikatakan guru, kita tidak menjadi marah. Kita juga harus mencari guru yang lebih sedikit penyakit hatinya daripada diri kita sendiri.
Amirul Mummineen Umar Ibn Al-Khattab berkata, (RA) “Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku.” Seorang guru harus mencintai kita dengan tulus dan begitu pula sebaliknya, kita harus mencintai guru kita dengan tulus. Apa pun yang dikatakan guru, kita tidak menjadi marah. Kita juga harus mencari guru yang lebih sedikit penyakit hatinya daripada diri kita sendiri.
Kedua, mendapatkan
sahabat yang jujur. Sahabat adalah orang yang membenarkan bukan yang
`membenar-benarkan’ kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan kita, bukan
yang menganggap apapun yang kita lakukan itu betul.\
Ketiga, jika
sulit mendapatkan sahabat yang jujur, kita bisa mencari musuh dan
mempertimbangkan ucapan-ucapan musuh tentang diri kita. Musuh dapat menunjukkan
aib kita dengan lebih jujur ketimbang sahabat kita sendiri.
Keempat,
memperhatikan perilaku orang lain yang buruk dan kita rasakan akibat perilaku
buruk tersebut pada diri kita. Dengan cara itu, kita tidak akan melakukan hal
yang sama. Hal ini sangat mudah karena kita lebih sering memperhatikan perilaku
orang lain yang buruk daripada perilaku buruk kita sendiri.
Dahulukan Taat pada Suami
Manakah yang
lebih didahulukan antara taat kepada orang tua dan suami?
Secara ringkas
jawabannya adalah suami. Dialah orang pertama yang berhak mendapatkan ketaatan
dari istri sebelum yang lainnya. Rasulullah sediri pernah bersabda, “Tidak
patut bagi manusia untuk bersujud kepada manusia yang lain, dan kalau patut
seorang manusia untuk bersujud kepada manusia yang lain tentu aku perintahkan kepada
perempuan supaya bersujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami atas
perempuan.” (HR. Ahmad) Syaikul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, “Segala puji
bagi Rabb alam semesta. Seorang perempuan apabila telah dikawinkan maka
suaminya lebih berhak terhadapnya daripada kedua orang tuanya, dan taat kepada
suami itu lebih wajib atasnya. “ Allah Ta’ala berfirman, “Sebab itu maka
wanita yang shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada.
Oleh karena
Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34). Ibnu Taimiyah menyampaikan
dalil-dalil yang berkaitan dengan anjuran taat kepada suami. Selanjutnya beliau
mengatakan, “Maka perempuan itu di sisi suaminya serupa budak dan tawanan,
karena itu ia tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya.
Baik perempuan itu disuruh oleh bapaknya, ibunya atau lainnya, demikian menurut
kesepakatan para imam. Dan apabila suami hendak membawa istrinya pindah
kesuatu tempat-semantara ia adalah orang senantiasa melakukan segala yang menjadi
kewajibannya dan menjaga batas-batas Allah padanya, namun bapaknya melarang
menaati suaminya dalam hal itu (perpindahan), maka istri itu wajib menaati
suaminya bukan orangtuanya. Maka kedua orangtua itu zalim (berbuat
aniaya), sebab keduanya tidak mempunyai hak untuk melarang wanita tersebut taat
kepada suami seperti ini, dan perempuan itu tidak boleh taat kepada ibunya
dalam hal yang diperintahkan seperti menjauhkan diri dari suaminya atau
jauh padanya hingga suami menalaknya.
Seperti halnya
jika wanita itu menuntut nafkah, pakaian dan mas kawin kepada suaminya
dengan tuntutan supaya suaminya mentalaknya. Karena itu istri tidak boleh
mentaati dari salah seorang dari kedua orangtuanya untuk menimbulkan perceraian
apabila suaminya takwa kepada Allah dalam mempergaulinya.’’
Sementara
cowok, karena dia si pengemban tanggung jawab, bukan yang jadi si
tertanggungjawab, dia masih di bawah orang tuanya, walopun dia pemimpin di
rumah tangganya. Garis koordinasinya tetep di situ. 5. “Urut pertama yang harus
ditaati #Wanita adalah suaminya. Dan yang pertama harus ditaati lelaki adalah
ibunya.” (HR Al Bazzar & Al Hakim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar