BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Inteligensi
atau kecerdasan, merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang
hanya dimiliki oleh manusia. Inteligensi ini diperoleh manusia sejak lahir, dan
sejak itulah potensi inteligensi ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan
kwalitas perkembangan individu, dan manakala sudah berkembang, maka fungsinya
akan semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kwalitas
penyesuaian dirinya dengan lingkungannya.
Kemampuan
inteligensi dalam fungsinya yang disebutkan yang disebutkan terakhir bukanlah kemampuan
genetis yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan kemampuan hasil
pembentukan atau perkembangan yang dicapai oleh individu. Untuk lebih jelasnya
berikut ini akan diuraikan apa yang dimaksud dengan inteligensi itu, apakah
kemapuan anak ada kaitannya dengan inteligensi, bagaimana inteligensi tingkat
tingkat tinggi dan tingkat rendah, serta factor-faktor apa saja yang
mempengaruhi pembentukan atau perkembangan inteligensi dan masih banyak hal yang
berhubungan dengan inteligensi yang akna dibahas dalam paper ini.
B.
Rumuasan masalah
Adapun
hal-hal yang saya ulas dalam paper ini adalah
1.
Pengertian
Inteligensi.
2.
Hubungan
inteligensi dengan kemampuan anak.
3.
Inteligensi
tingkat tinggi dan inteligensi tingkat rendah.
4.
Factor-faktor
pembentukan atau perkembangan inteligensi.
5.
Inteligensi
teori dan inteligensi praktis.
6.
Pengkuran
dan jenis-jenis test inteligensi.
7.
Ciri-ciri
tingkah laku yang inteligensi.
8.
Teori-teori
tentang inteligensi.
C.
Metode penulisan
Metode
yang digunakan yaitu :
1.
Metode
library research, yaitu hanya dengan membaca buku-buku dan mencari bahan-bahan
yang berhubungan dengan masalah yang saya bahas..
2.
Metode
emperis, yaitu hanya berkisar pada pengetahuan yang telah didapat ataupun
berdasarkan pengalaman.
D.
Tujuan penulisan
1.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidikan.
2.
Untuk
lebih memahami dan mengerti lebih dalam lagi hal-hal yang berkaitan dengan inteligensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Inteligensi.
Banyak
definisi yang dinyatakan oleh para ahli psikolog tentang pengertian inteligensi,
yaitu :
1.
JP.
Chaplin
Menyatakan
bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk memahami dan beradaptasi terhadap
satuan yang baru dengan cepat dan efektif (The ability to meet and adpt to
novel situations quickly and effectively). Kemampuan untuk memahami konsep
abstrak dengan efektif (The ability to uhlize abstrak concept effectively).
Kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya (The ability to grasp
relations hips and to learn)[1].
2.
Menurut
W. Stem
Inteligensi
adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di
dalam situasi baru.
3.
Menurut
Vaan Hoes
Inteligensi
merupakan kecerdasan jiwa super dan “Cites” mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan inteligensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dengan
lingkungan atau belajar dari lingkungan. Maksudnya manusia itu hidup dan
berinteraksi di dalam lingkungannya yang kompleks. Untuk itu manusia memerlukan
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya demi kelesatarian
hidupnya. Hidupnya bukan hanya untuk pertumbuhan-pertumbuhan, tetapi juga guna
perkembangan pribadinya. Karena itu manusia itu harus belajar dari pengalaman[2].
4.
Menurut
Garrett
Inteligensi
itu setidaknya harus mencakup kemampuan-kemampuan yang dipeerlukan untuk
pemecahan masalah-masalah yang memrlukan pengertian dan menggunakan
symbol-simbol. Maksudnya adalah manusia itu hidup dengan senantiasa menghadapi
permasalahan setiap permasalahan harus dipecahkan agar manusia memperoleh
keseimbangan dalam hidupnya. Untuk itu diperlukan kemampuan-kemampuan
pemecahannya dengan menggunakan pengerian dan symbol-simbol.
5.
Menurut
Bischof
Inteligensi
yaitu kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah. Dan inteligensi menurut
Hiedentich adalah inteligensi itu menyangkut kemampuan untuk belajar dan
menggunakan apa-apa yang telah dipelajari dan usaha penyesuaian terhadap
situasi –situasi yang kurang dikenalnya atau dalam pemecahan masalah-masalah.
Manusia yang belajar sering menghadapi situasi-situasi baru serta permasalah.
Hal ini memerlukan kemampuan individu yang belajar itu untuk menyesuaiakan diri
serta memecahkan setiap permasalahn yang dihadapinya[3].
Inteligensi
menunjukkan kepada bagaimana cara bertingkah laku, cara seseorang bertindak,
yaitu cepat atau lambatnya seseorang di dalam memecahkan suatu masalah yang
dihadapinya. Inteligensi juga bukan suatu benda atau kekuatan yang dimiliki
sedikit atau banyak. Inteligensi berkenaan dengan fungsi-mental yang kompleks
yang dimanifestasikan dalam tingkah laku. Inteligensi meliputi aspek-aspek
kemampuan yaitu: Bagaimana seseorang memperhatikan, mengamati, mengingat,
memikirkan, menghafal serta bentuk-bentuk kegiatan mental lainnya.
Berikut
ini definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli psikolog tentang inteligensi,
yaitu ;
1.
Woodworth dan Marquis
“Intelligent
behavior consist in seeing a problem clearly and completely in making use of
past experience to solve the problem and is not accepting a solutions without
checking book to make sure that the problem is really solved”.
2.
Leona E. Tyler
“Intelligence
is understanding or reasoning, taking effective actions in new situation and
acquiring and utilizing appropriate informations”. Selanjutnya ia juga
mengatakan “Adaptybility to new circuntances some abstractness and complexity,
some facility in the use of symbols”.
3.
Alfred Binet
Ia
dikenal sebagai pelopor dalam menyusun test inteligensi mengemukakan
pendapatnya mengenai inteligensi sebagai berikut :
Inteligensi
itu mempunyai tiga aspek kemampuan yaitu :
a). “Direction”, kemampuan untuk memusatkan kepada suatu masalah
yang harus dipecahkan.
b). “Adaptation”, kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap
masalah yang dihadapinya atau fleksibel di dalam menghadapi masalah.
c). “Criticism”, kemampuan untuk mengadakan keritik, baik terhadap
masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.
4.
George D. Stodard
Mengartikan
Inteligensi adalah kecakapan dalam menyatakan tingkah laku yang memiliki
cirri-ciri sebagai berikut :
a).
Mempunyai tingkat kesukaran
b).
Kompleks
c).
Abstrak
d).
Ekonomis
e).
Memilki nilai-nilai social
f).
Memiliki daya adaptasi dengan tujuan
g).
Menunjukkan kemurnian (original)
5.
Edward Thorndike
Sebagai
seorang tokoh psikologi koneksionisme mengemukakan bahwa :
“Intelligence
is demonstrable in ability of the individual to make responses from the stand
point of truth or fact”, inteligensi adalah kemampuan individu untuk memberikan
respon yang tepat (baik) terhadap stimulus yang diterimanya”[4].
“Inteligensi”
atau “keceraadasan” merupakan kata benda yang menerangkan kata kerja atau kata
keterangan. Seseorang menunjukkan ninteligensinya ketika ia bertindak atau
berbuat dalam suatu situasi secara intelligent atau cerdas atau bodoh;
inteligensi seseorang dapat dilihat dalam caranya orang tersebut berbuat atau
bertindak.
Selanjutnya
Woodworth mengemuakan bahwa inteligensi itu erat hubungannya dengan “intelek”
atau “pengetahuan”, tetapi bukan berarti inteligensi ini merupakan kwantitas
pengetahuan atau intelek yang dimiliki seseorang, melainkan inteligensi
berkenaan dengan kwalitas intelek atau “intelek yang praktis” yang berfaedah dapat
digunakan kapan saja diperlukan. Karena itu inteligensi dapat dikatakan intelek
yang siap digunakan. Inteligensi merupakan kemampuan intelektual yang berdaya
guna untuk bertindak atau berbuat dalam suatu situasi dalam menyelesaikan suatu
masalah atau tugas, misalnya dalam menulis surat, mencatat, mengarang, menerima
dan menyerap pelajaran, mempelajari suatu buku, menghadapi ujian, memcahkan
masalah, dan sebagainya dimana daladm berbuat atau bertindak atau memecahkannya
tampak “inteligen” atau “bodoh”. Jadi orang yang inteligen adalah orang yang
mampu berbuat atau bertindak dengan bijaksana (cepat, tepat dan berhasil).
Untuk
lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan inteligensi itu sebaiknya kita
ambil beberapa definisi sebagai berikut
:
1.
Menurut David C. Edward:
“Intelligence
is a general capacity of behave in an adaptable and acceptable manner”.
2.
Menurut Robert E. Silverman:
“Intelligence-terms
used to describe a person’s general abilities in a number of different areas,
including both verbal and motor skills”.
3.
Menurut Dennis Coon:
“Intelligence
is a global capacity of individual toact purpose-fully, to think rationally and
to deal eeffectively with the environment”.
4.
Menurut Super and Cites:
“Intelligence
has frequently been defined as the ability to adjust to the environment or to
learn from experience”.
Dari
apa yang diekmukakan oleh para ahli tersebut dia atas dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1.
Inteligensi
adalah kemampuan umum mental individu yang tampak dalam caranya bertindak atau
berbuat atau dalam memecahkan masalah atau dalam melaksanakan suatu tugas.
2.
Inteligensi
merupakan suatu kemampuan mental individu yang ditunjukkan melalui kwalitas
kecepatan, ketepatan dan keberhasilannya dalam bertindak atau berbuat atau
memecahkan masalah yang dihadapi.
3.
Makin
tinggi taraf kemampaun inteligensi seseorang akan makin cepat, makin tepat dan
makin berhasil penuh dalam bertindak atau berbuat atau memecahkan masalah;
sebaliknya mekin rendah kemampuan inteligensi seseorang akan makin tidak dapat
beruat apa-apa, apalagi untuk memecahkan masalah, mengurus kebutuhan diri yang
rutin sehari-hari pun tak mampu.
4.
Inteligensi
bagi manusia berfungsi untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap lingkungan
yang dihadapi. Karena itu kemampuan inteligensi mencakup berbagai lapangan,
baik kemampuan verbal (berfikir, pidato, pengetahuan, kesenian dan sebagainya)
maupun kecakapan yang berkaitan dengan gerak (melukis, menari, memahat, tinju, mengendarai
kendaraan dan sebagainya). Pada tingkat inteligensi tinggi hanya menonjol pada
suatu bidang kemampuan atau keterampilan tertentu.
B.
Hubungan inteligensi dengan kemampuan anak.
Sebagaimana
telah diuraika diatas bahwa inteligensi adalah kemampuan umum mental individu
yang tampak dalam caranya bertindak atau berbuat atau dalam memecahkan masalah
atau dalam melaksanakan tugas.
Atau
dengan kata lain inteligensi itu merupakan kemampuan untuk mental manusia untuk
berbuat atau bertindak atau untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas
yang taraf kwalitas kemampuannya itu diukur dengan kecepatan, ketepatan dan
keberhasilan dalam pelaksanaannya.
Inteligensi
sebagai suatu kemampuan bukan hanya dapat diwujudkan setelah manusia menjadi
dewasa atau setelah potensi inteligensi berkembang saja, tetapi kemampuan
inteligensi tersebut juga dapat difungsikan pada taraf kehiduapn atau
perkembangan yang lebih dini yaitu pada masa kanak-kanak, semenjak bayi
mengalami proses perkembangan.
Dengan
demikian inteligensi sebagai kemampuan mentalitas individu dapat berupa sebagai
kemampuan potensi atau bawaan yang akan mempengaruhi tempo pertumbuhan atau
perkembangan anak, dan sebagai kemampuan real/acquired sebagai hasil
perkembangan akan merupakan kemampuan nyata untuk berbuat atau bertindak atau
memecahkan masalah atau dalam melaksanakan tugas yang dihadapi. Baik kemampuan
inteligensi yang potensial maupun yang real semuanya akan berfungsi sebagai
kemampaun individu yang actual untuk menyesuaikan diri dengan segala situasi
atau masalah yang dihadapi oleh individu.
Dalam
proses perkembangan dan kehidupan anak sehari-hari tampak adanya perbedaan
kemampuan dalam melaksanakan aktifitas-aktifitas dan dalam menyelesaikan
masalah-masalah. Pada umumnya anak-anak yang memilki inteligensi yang tinggi
akan mampu dengan cepat dan berhasil dalam melaksanakan dan menyelesaikan
tugas-tugas; tetapi sebaliknya anak-anak yang kurang atau rendah inteligensinya
pada umunya kurang mampu sehingga lambat atau sulit dan kurang berhasil dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Inteligensi sangat erat kaitannyan dengan kemampuan
mental anak (bukan kemampuan psikomotorik). Tingkat inteligensi si anak akan
mempengaruhi tingkat kemampuan anak dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas.
Tingkat inteligensi anak juga akan mempengaruhi temp[o dan taraf kwalitas
penyelesaian masalah atau tugas.
Oleh
karena itu di sekolah inteligensi anak juga akan mempengaruhi tempo belajar dan
kwalitas prestasi hasil belajar mereka. Cepat lambatnya tempo belajar siswa
dalam menerima dan menyerap pelajaran dipengaruhi tingkat inteligensinya,
demikian pula tinggi rendahnya prestasi hasil belajar yang dicapai siswa juga
sangat tergantung kepada taraf inteligensinya. Tetapi meskipun demikian bukan
berati kwawlitas hasil belajar sepenuhnya ditentukan oleh factor intligensi;
dalam kaitan ini kedudukan inteligensi memang mepunyai posisi yang strategis
sebagai motor mental yang akan menggerakkan proses atau aktifitas
potensi-potensi mental dalam berpikir atau memecahkan masalahnya, tetapi dalam
proses mental tersebut juga masih perlu ditunjamg oleh factor-faktor lainnya[5].
C.
Inteligensi
tingkat tinggi dan inteligensi tingkat rendah.
Salah
satu segi perbedaan individual pada manusia adalah segi perbedaan individu
dalam inteligensi. Adanya perbedaan taraf inteligensi (IQ) pada manusia itu
dapat ditentukan melalui hasil test inteligensi. Secara curva normal
digambarkan kondisi umum IQ manusia itu bertingkat-tingkat yang dibedakan daya
tingkat inteligensi inteligensi tinggi sampai tingkat inteligensi yang rendah yang
secara lengkapnya perbedaan tingkat inteligensi tersebut menurut pembagian atau
penggolongan Wood atau Worth dan Marqu adalah sebagai berikut:
Interval class
|
Classification
|
IQ
|
|
140
– ke atas
|
Luar
biasa, genius
|
120
– 139 sangat cerdas,
|
Very
superior
|
110
– 119 cerdas,
|
Superior
|
90
– 109 normal,
|
Average
|
80
– 89 bodoh,
|
Dull
average
|
70
– 79 batas potensi,
|
Border
line
|
50
– 69 debil,
|
Moron
|
30
– 49 ammbisil
|
Embicile
|
Di
bawah 30 idiot
|
Adanya
perbedaan IQ atau tingkatan inteligensi pada manusia itu berarti menunjukkan
adanya perbedaan kemampuan diantara
manusia. Tetapi perbedaan kemampuan atau inteligensi ini jangan dijadikan
frustasi, oleh karena itu harus diterima dan disadari agar dapat diadaptasi dan
disyukuri sehingga dapat mempunyai arti bagi kehidupannya nanti.
Selanjutnya
bagaimana sifat kemampuan atau karakteristik tingkat inteligensi tinggi dan
tingkat inteligensi rendah dapat dibedakan sebagai berikut :
1.
Tingkat Rendah atau Mentally Retarded
Inteligensi
tingkat rendah terdapat pada orang-orang yang memilki inteligensi dibawah
normal atau orang yang termasuk lemah pikiran yaitu orang yang daya pikirnya lemah,
terlalu bodoh, tidak sanggup untuk mengurus hidupnya sendiri ; ada tiga
tingkatan:
a.
Idot
Yaitu
orang yang kekurangan atau kelemahan mental atau pikirannya paling banyak (IQ =
30 ke bawah.
b.
Embicile
Yaitu
orang yang kelemahan mental atau pikirannya tidak seberapa (cukupan). (IQ = 50
ke bawah).
c.
Debil
Yaitu
orang yang sedikit kekurangan atau kelemahan mentalnya. Debil atau moron ini
jumalah atau populasinya lebih banyak daripada yang embicile dan idiot. (IQ =
70).
Di
atas golongan debil ini terdapat orang-orang yang inteligensinya tidak
tergolong lemah pikirannya tetapi hany kurang normal atau disebut kurang kurang
pembawaan. (IQ = 90 ke bawah).
Karakteristik
inteligensi rendah atau lemah pikiran diatas adalah sebagai berikut:
a.
Idot
-
Mereka
tdak mampu menghindari diri dari bahaya sehari-hari; pikirannya tidak mampu
memahami atau mengingat bahaya dan sebagainya.
-
Mereka
tidak dapat mandi dan berpakaian sendiri, mereka tidak dapat makan dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan lainnya sendiri.
-
Mereka
tidak berbicara, dapat berbicara hanya beberapa saja (perkataan yang bersuku
satu seperti “mam”).
b.
Embicile
-
Dapat
menghindari bahaya sehar-hari; dapat bericara sedikit.
-
Tidak
dapat belajar membaca; tidak dapat belajar bermacam-macam pekerjaan-pekerjaan
yang berfaedah.
-
Yang
paling rendah tidak dapat mengerjakan pekerjaan apapun.
-
Yan
paling tinggi dapat belajar mengerjakan kerajinan tangan di bawah pengawasan.
Dan yang
tertinggi dapat mandi dan berpakaian sendiri, tetapi mereka tidak dapat
melakukan tugas-tugas kecil sederhana sekalipun apabila tidak diawasi.
c.
Debil
atau Moron
-
Dapat
makan dan berpakaian sendiri seperti orang normal.
-
Dapat
membersihkan tempat tidurnya; dapat disuruh melakukan pekerjaan sederhana
(dapat melakukan pekerjaan rutin sehari-hari tanpa pengawasan terus menerus).
-
Debil
tingkat tinggi dapat mengasuh bayi, memelihara ternak atau gembala; bekerja
sebagai tukang kayu, bekerja dengan mesin, dengan latihan yang baik.
-
Melalui
pendidikan khusus yang baik, mereka dapat bekerja di masyarakat tetapi memang
perlu pengawasan dari seseorang yang mengerti jiwa mereka, tanpa bantuan
pengawasan orang tersebut, mereka akan begitu saja memboroskan uangnya,
menghabiskan waktunya, kalau gadis mudah jadi pealcur.
-
Pada
umunya debiltidak sanggup menghadapi situasi atau keadaan atau persoalan yang
baru atau masalah yang ruwet dengan baik seperti orang normal.
-
Perlu
mendapatkan pendidikan khusus.
2.
Tingkat Tinggi atau Sangat Cerdas atau Genius
Yang
termasuk inteligensi tingkat tinggi ini ialah orang-orang yang sangat cerdas
atau berbakat istimewa atau genius. Mereka memiliki IQ 140 ke atas. Mereka ini dikarunia
kesanggupan-kesanggupan yang dapat
mencapai prestasi yang mengagumkan atau gemilang sehingga mereka
termashur karena keistimewaannya dilapangan tertentu seperti music, sastra,
ilmu pengetahuan atau science, teknologi. Sport, atau dibidang pemerintahan dan
sebagainya.
Berdasarkan
riwayat hidup orang-orang besar yang genius tersebut diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
a.
Pada
masa kanak-kanak mereka sangat cerdas ayau kepandaiannya luar biasa.
b.
Disamping
kecerdasannya yang luar biasa, juga sifat-sifat pribadi merek sangat menonjol,
sangat menunjang prestasi yang akan dicapainya. Sifat-sifat tersebut misalnya: ketekunan, keuletan dalam berusaha
untuk mencapai sesuatu, mempunyai kepercayaan atau keyakinan diri yang besar,
kokoh wataknya, ambisi ingin lebih dari orang lain dan cintanya yang sangat
besar pada pekerjaan yang dipilihya.
D.
Factor-faktor pembentukan atau perkembangan inteligensi.
Ada
beberapa factor yang mempengaruhi pembentukan atau perkembangan inteligensi
seseorang, yaitu:
1.
Pembawaan
Ialah
kesanggupan atau potensi yang dibawa sejak lahir yang merupakan bahan dasar
untuk perkembangan. Setiap anak lahir dengan membawa potensi inteligensinya
masing-masing, dan perkembangan inteligensi si anak akan dipengaruhi oleh
kondisi inteligensi bawaannya masing-masing.
2.
Kematangan
Ialah
kesiapan suatu fungsi atau potensi untuk dikembangkan. Perkembangan inteligensi
akan berlangsung dengan baik apabila fungsi atau potensi inteligensi secara
fisik atau psikologis sudah ada kematangan. Tanpa adanya factor kematangan
tersebut perkembangan inteligensi tidak akan terjadi.
3.
Pembentukan
Ialah
segala factor luara yang akan mempengaruhi perkembangan inteligensi. Factor
luar yang bersifat lebih efisien dan efektif pengaruhnya dalam pembentukan atau
perkembangan inteligensi ialah factor pendidikan yang dilaksanakan di sekolah.
Faktor luar lainnya yang dapat mempengaruhi secara tidak sengaja dan kurang
efisien ialah pengaruh lingkungan atau alam sekitar.
4.
Minat
Ialah
sikap senag kepada suatu hal. Minat ini akan berfungsi sebagai pendorong orang
untuk berbuat atau berusaha dalam mencapai sesuatu tujuan. Minat ini sebagai
factor psikologis akan mempengaruhi proses pembenrukan atau perkembangan. Dalam
proses perkembangan atau pembentukan inteligensi seseorang juga akan
dipengaruhi oleh minatnya kepada bidang apa minatnya itu ditujukan maka kepada
bidang itulah inteligensinya akan dikembanghkan. Karena itu meskipun seseorang
itu lahir genius, tetapi ia tidak akan menjadi genius dalam segala bidang,
karena kegeniusannya dikembangkan hanya pada bidang tertentu yang diminatinya.
5.
Kebebasan
Ialah
kondisi psikologis yang akan mempengaaruhi sikap, performance atau aktifitas
seseorang dalam berbuat atau mencapai tujuan dalam mewujudkan dirinya. Orang yang mempunyai kebebasan tidak
merasa ada beban atau tekanan untuk beruat atau mencapai sesuatu, ia dapat
dengan bebas memilih atau menentukan kebutuhan, cara atautujuan yang sesuai
dengan apa yang diminatinya. Oleh karena itu factor kebebasan inilah
kemungkinannya yang dapat mengantarkan orang kepada keberhasilan dalam
mengembangkan atau mewujudkan dirinya dalam segala bidang termasuk dalam
perkembangan atau pembentukan inteligensinya.
Semua
factor yang disebutkan diatas bertalian erat satu sama lainnya dalam
mempengaruhi proses perkembangan atau pembentukan inteligensi seseorang. Dengan
demikian pembentukan inteligensi seseorang itu bersifat totalitas yang proses
perwujudannya tidak dapat terlepas dari unsur-unsur pembawaan, kematangan,
minat, pembentukan dan kebebasan.
Pendapat-pendapat
mengenai pengembangan inteligens, yaitu:
Menurut
Binet, W. Stern, Bobertag bahwa inteligensi itu tidak dapat dikembangkan
(tetap).
Menurut
Prof. Kohnstam, bahwa inteligensi itu dapat dikembangkan. Adapun pengembangan
ini hanya segi kualitasnya yang dipenuhi dengan :
a.
Pengembangan
itu hanya sampai pada batas kemampuan saja.
b.
Terbatas
pada segi peningkatan mutu inteligensi.
c.
Cara-cara
berfikir secara metodis.
Intuisi
adalah bentuk berfikir yang prosesnya setengah tidak disadari, hasilnya timbul
secara spontan yang mengandung kebenaran, dan prosesnya tidak melalui proses
berpikir (tingkat-tingkat berfikir).
E.
Inteligensi
teori dan inteligensi praktis.
Sebagaimana
telah diuraikan dia atas bahwa potensi inteligensi dapat dikembangkan menjadi
kemampuan inteligensi nyata di berbagai lapangan sesuai dengan minatnya
masing-masing. Karena pembentukan inteligensi itu dipengaruhi oleh factor
minat.
Inteligensi
yang telah berkembang itu dapat mancakup: lapangan kemampuan verbal (berfikir,
pidato, pengetahuan dan sebagainya) dan lapangan yang berkaitan dengan gerak
(melukis, menari, bertinju, mengendarai kendaraan dan sebaginya).
Mengapa
arah atau hasil pengembangan inteligensi tersebut dapat mencakup kemampuan
verbal dan kemampuan yang berkaitan dengan gerak. Hal ini kemungkinannya
disebabkannya karena menurut Selz yang dikutip oleh DR. Kartini Kartono, bahwa
prestasi inteligensi itu dapat dididik atau dikembangkan menjadi inteligensi
teoritis dan inteligensi praktis.
Inteligensi
teoritis ialah kemampuan untuk menggunakan skemata-skemata berfikir dan
abstraksi-abstraksi, juga kemampuan berfikir logis dibidang ilmu pengetahuan
dalam penyesuaian diri dengan situasi baru. Sedangkan inteligensi prkatis
adalah inteligensi atau kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan atau karya,
kegiatan praktis dan bidang keterampilan teknis.
Dengan
demikian pengembangan inteligensi dalam lapangan verbal didasarkan pada
perkembangan inteligensi teoritis, sedangkan kemampuan inteligensi dalam
lapangan gerak dikembangkan berdasarkan perkembangan inteligensi praktis[6].
F.
Pengkuran
dan jenis-jenis test inteligensi.
Demikianlah
definisi-definisi inteligensi yang dikemukakan oleh beberapa psikolog. Bahwa
masing-masing individu itu berbeda dalam inteligensinya. Oleh karena itu ada
perbedaan inteligensi dari masing-masing individu, maka kemampuannya di dalam memecahkan
suatu masalah yang dihadapinya juga tidak sama. Mengenai adanya perbedaan ini
ada dua pendapat, pertama perbedaan inteligensi antara individu yang satu
dengan yang lainnya itu bersifat kwalitatif, sedang pendapat yang kedua
perbedaan itu bersifat kwalitatif jadi semata-mata karena perbedaan materi yang
diterimanya atau perbedaan dalam proses belajarnya. Kedua pendapat tersebut
sama-sama mengakui bahwa individu satu dengan yang lainnya itu berbeda-beda
inteligensinya.
Persoalan
yang timbul sekarang, bagaimana kita dapat mengetahui inteligensi itu? Mengenai
hal ini para ahli mengadakan pengukuran inteligensi yaitu dengan test
inteligensi. Adapun faedah atau kegunaan daripada hasil pengukuran atau test
inteligensi itu selain dibutuhkan dalam pergaulan sehari-hari juga diperlukan
untuk berbagai jenis kebutuhan, misalnya:
a.
Bagi
staf sekolah.
Staf
sekolah terutama guru memerlukan hasil-hasil pengukuran inteligensi murid-muridnya
terutama untuk bahan pembimbing dalam
pelajaran.
b.
Untuk
Canselor (penyuluh);
Para
penyuluh memerlukan hasil pengukuran inteligensi, sebab banyak hambatan yang
diderita anak , yang salah satu sebabnya terletak dalam inteligensi.
c.
Untuk
keperluan seleksi dan penempatan.
Dalam
dunia pendidikan, untuk menyeleksi calon murid atau mahasiswa yang sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan. Dalam bidang pekerjaan atau jabatan hasil
pengukuran inteligensi berguna untuk memilih untuk memilih pegawai yang
memiliki kecakapan dan sesuai dengan kebutuhan dari instansi yang
membutuhkannya. (the right man in the right job).
d.
Psikiater.
Juga
memerlukan pengukuran inteligensi ini
untuk mengadakan penilitian dari kelainan-kelainan psikis individu (pasiennya)[7].
1.
Jenis-jenis Inteligensi.
Dalam
test inteligensi dimaksudkan untuk mengetahui inteligensi individu yang ditest
(testee). Orang yang dapat dipandang sebagai Bapak (pelopor) test inteligensi
ini ialah:
Alfreb
Binet, seorang ahli psikologi Perancis. Test asli disusun oleh Binet pada tahu
1905. Yaitu pada waktu ia menerima tugas dari Menteri Pendidikan Perancis untuk
meneliti sebab-sebab dan latar belakang kegagalan murid-murid sekolah (drop
out). Test inteligensi dari Binet ini telah mengalami beberapa kali revisi dan
penyempurnaan oleh para ahli psikologi yang hidup sesudah Binet.
Revisi
pertama dilakukan oleh Goddard pada tahu
1911 dan pada tahun 1916 direvisi oelh Terman yang terkenal dengan sebutan
Standford Binet Revison. Kemudian direvisi lagi oleh Terman dan Maril pada
tahun 1937 dan terakhir pada tahun 1960.
Test
inteligensi dari Binet diperuntunkan bagi usia mulai 2 (dua) sampai 15 (lima
belas) tahun, untu tiap tahun disediakan sub test. Tiap diberi nilai 2 (dua)
bula (6 sub test satu tahun). Megetahui “mental age” seseorang yaitu
pada usia tets mana individu dapat menyelesaikan ke 6 sub test dengan baik.
Kemudian baru ditambah dengan usia psikis yang dapat dikerjakan dengan baik
pada sub test untuk usia selanjutnya
sampai ia tidak dapat mengerjakan sub-sub test yang lainnya sama sekali.
Contoh:
Seorang anak yang berumur 8 (delapan) tahun (umur kalender = chronological age
= CA) diberi 6 sub test untuk umur 8 tahun, selesai denga baik hanya dengan 2
sub test. Jadi akan mendapat score = 2 x 2 bulan = 4 bulan. Kemudian diberi sub
test untuk usia 7 tahun umpamanya selesai semuanya, 7 tahun ini merupakan umur
psikis basal. Kemudian diberi lagi 6 sub test untuk usia 9 tahun ternayat
selesai 1 (score = 2 bulan). Jadi umur psikis (mental age) atau MA snsk itu
adalah 7 tahun + 4 bulan + 2 bulan = 90 bulan. Untuk menetukan satuan
inteligensi seseorang (I.Q.) Binet mengadakan perbandingan antara umur psikis
dengan umur kronologis yaitu : I. Q = x 100 dan untuk contoh tersebut di atas, I. Q.
= x 100 = 94. Jadi I.Q. anak itu adalah 94.
Penggunaan angka 100 hanyalah untuk memperoleh angka yang bulat saja[8].
Test
inteligensi itu ada beberapa macam :
a).
Test Weschler
Test ini disusun oelh David Weschler pada tahun 1939 yang meliputi
test verbal (verbal) dan test perbuatan (Perfoermance Scale). Test ini ada yang
diperuntunkan bagi anak, (WISC = Weschler Intelligence Scale for Children) dan ada pula yang digunakan
bagi orang dewasa (WAIS = Weschler Adult Intelligence Scale). Test Weschler ini
berbeda dengan test Binet. Test Binet diadakan perbandingan antara MA dan CA
sedangkan Weschler test IQ itu hanya semata-mata hasil dari mental age saja.
Binet berkeyakinan bahwa inteligensi mencapai perkembangan tertinggi pada umur
15 tahun, hingga IQ yang berumur 15 tahun lebih tetap dobandingkan dengan umur
di bawah 15 tahun.
b).
Test inteligensi kelompok
Di samping ada
test individual seperti halnya test Binet dan Weschler ada lagi test yang lain
yaitu test kelompok. Test kelompok ini antara lain adalah test Army Alpha
dan Army Beta. Kedua test ini dipergunakan tertutama pada masa Perang
Dunia I, yaitu untuk memilih para calon yang dikenakan wajib militer untuk
perang dunia tersebut. Army Alpha,
diperuntkkan bagi mereka yang pandai baca tulis bahasa Inggris. Setelah
Perang Dunia I selesai, kedua test ini mendapatkan revisi dan banyak digunakan
dalam bidang perusahaan dan industry untuk memilih calon pegawai. Test kelompok
inteligensi yang lainnya antara lain Otis self administering test of mental
ability. Army General Clsddification test, Thurstones primery mental Abilities dan
lain-lain.
2.
Penyebaran Inteligensi.
Pada umumnya
penyebaran IQ itu berkisar antara di atas 0 smmpai dengan di bawah 200,
sekalipun secara teoritis tersebar antara 0 s/d 200 tapi prosentase tertinggi
terletak di tengah-tengah sedang di atas tengah-tengah dan di bawah tengah-tengah prosentasenya
hamper sama. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dalam hal ini dapat
kita lihat pada table di bawah:
Gambar berikut
ini adalah standard Stanford – Binet. Distribusi IQ dari 2904 anak-anak dan
pemuda uaia antara 2 – 18 tahun.
kosong
I.Q.
|
Diartikan
|
Persentase setiap kelompok I.Q.
|
140
– ke atas
|
Sangat superior
|
1 %
|
120
– 139
|
Superior
|
11 %
|
110
– 119
|
High Average (di atas normal)
|
18 %
|
90
– 109
|
Average (normal)
|
46 %
|
80
– 89
|
Low average (di bawah normal)
|
15 %
|
70
– 79
|
Borderline (batas bawah normal)
|
6 %
|
70
– ke bawah
|
Mentally retarder or deffedtive (lemah mental)
|
3 %
|
Jumlah
|
100 %
|
TABEL PENYEBARAN INTELIGENSI
(IQ = Intelligence Quoetient)
I.Q.
|
Klasifikasi
|
Prosentase
|
140
– ke atas
|
Genius
|
0,25
|
130
– 139
|
Sangat cerdas
|
0,75
|
120
– 139
|
Cerdas
|
6,00
|
110
– 119
|
Di atas normal
|
13,00
|
90
– 109
|
Normal/rata-rata
|
60,00
|
80
– 89
|
Di bawah normal
|
13,00
|
70
– 79
|
Bodoh/dull
|
6,00
|
50 – 69
|
Terbelakang/moron
|
0,75
|
49 ke bawah
|
Terbelakang/embicil/idiot
|
0,25
|
Beberapa
cirri dari tiap-tiap tingkat inteligensi :
Individu
yang terbelakang (feeble meinded = mentally deficient = mentally defective).
Tingkat ini kurang lebih dari 1 prosendari penduduk pada umumnya dan masih
dapat dogolongkan ke dalam tingkat-tingkat: Idiot, Embisil, Moron, atau debil, debil
ini adalah tingkat yang tertinggi di antara orang terbelakang.
Ciri-ciri
umum dari orang yang terbelakng ini adalah:
1.
Tidak
dapat mengurus dan memenuhi kbuthannya sendiri
2.
Kelambatan
mental sejak lahir
3.
Kelambatan
dalam kematangan
4.
Pada
dasarnya tidak dapat diobati
a). Idiot
(IQ. 0 – 29)
Tingkat
ini merupakan kelompok individu terbelakng yang peling rendah. Ia tak dapat
berbicara, hanya mampu mengucapkan beberapa kata saja tak mampu mengurus diri
sendiri, maka, minum, berpakaian harus ditolong orang lain. Sehingga ia tidak
dapat diberi tugas rutin sekalipun sangat sederhana. Beberapa idiot dapat
belajar berjalan, tapi pada umumnya mereka tidak mampu dan harus tetap tinggal
berbaring selama hidupnya. Fisiknya lemah tidak tahan terhadap penyakit dan
tidak tahu terhadap bahaya. Idiot tidak bisa dididik oleh karena itu juga idiot
kebanyakan umurnya pendek.
b).
Embicile (IQ. 30 – 40)
Embicile
dapat belajar berbahasa dapat mengurus dirinya sendiri dapat diberi tugas-tugas
yang sederhana atau ringan mislanya mencuci pakaiannya sendiri, mengepel lantai
dan sebagainya, tetapi dengan pengawasan yang teliti serta memerlukan
kesabaran, IQ nya lebih tinggi setingkat bila dibanding dengan idiot yaiyu
berkisar antara 30 – 40. Kecerdasannya kira-kira sama dengan anak yang normal
yang berumur 3 – 7 tahun, tapi tidak dapat dididik di sekolah bagi anak-anak
normal.
c).
Moron atau Debil (mentally handicapped, mentally retarded. IQ 50 – 69)
Moron
atau debil sampai pada tingkat tertentu dapat belajar membaca menulis dan berhitung
dalam perhitungan-perhitungan yang sederhana. Dengan latihan-latihan yang baik
dan belajar yang tekun ia dapat memperoleh keterampilan-keterampilan ringan dan
jabatan yang sederhana. Banyak diantara anak-anak debil terdapat di sekolah
normal atau sekolah luar biasa. Terutama di masyarakat kurang maju, mereka
bersatu di sekolah biasa dengan anak-anak yang normal.
d).
Idiot Savant
Ini
merupakan kelompk tersendiri dari individu-individu terbelakang. Kecakapan pada
umumnya hampir sama dengan kelompok embicile, tetapi mempunyai sesuatu
kecakapan tertentu yang melebihi kecerdasannya misalnya dalam bidang music,
seklipun ia tidak bisa membaca atau mempealjari teori-teori dari not music.
e). Bodoh
(Dull/borderline. IQ. 70 – 79)
Individu
yang termasuk kelompok bodoh ini kecerdasannya di bawah kelompok normal dan di
atas kelompok terbelakang. Kelompok ini dapat memelihara dirinya sendiri an
dengan susah payah mereka dapat mengerjakan sejumlah kecil pekerjaan atau
pelajaran sekolah, lanjutan pertama, tetapi jarang atau sukar untuk menyelesaikan kelas terakhir
di SLTP.
f).
Normal rendah (below average, IQ. 80 – 89)
Kelompok
ini agak lambat dalam hal belajar. Sekalipun demikian mereka dapat
menyelesaikan pendidikannya pada tingkat SLTP tetapi agak sulit untuk menyelesaikan
pendidikan SLTA.
g).
Normal sedang (IQ. 90 – 110)
Kelompok
ini merupakan kelompok yang terbesar prosentasenya di antara penduduk. Mereka
mempunyai IQ yang sedang atau normal atau rata-rata.
h).
Normal Tinggi (IQ. 110 – 119)
Kelompok
ini termasuk kelompok noranl yang berbeda pada tingkat tertinggi.
i).
Cerdas (Superior, IQ. 120 – 129)
Kelompok
ini pada umumnya mampu menyelesaikan pendidikan akademi. Dan apabila bersatu
dengan kelompok normal, orang cerdas ini biasanya merupakan “rapid learner”
atau “giverted” yaitu pemimpin dalam kelasnya.
j).
Sangat cerdas (Very superior, IQ. 130 – 139)
Ciri-ciri
daripada kelompok cerdas ini antara lain : lebih cakap dalam membaca,
berhitung, perbendaharaan bahasanya luas, cepat memahami pengertian yang abstrak
dan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibanding dengan orang-orang yang
termasuk kelompok cerdas, demikian pula kesehatan dan ketahanannya lebih baik
daripada orang-orang normal.
k).
Genius (Maha cerdas, IQ. 140 ke atas)
Kelompok
ini mempunyai kecerdasan yang luar biasa walaupun tidak sekolah mampu menemukan
dan memecahkan sesuatu masalah. Jumlahnya sangat sedikit, tetapi terdapat pada
semua ras dan bangsa, semua jenis kelamin serta dalam semua tingkatan ekonomi. Contoh
orang-orang genius antara lain : Einsten, Stuart Mill, Edison dan lain-lain.
G.
Ciri-ciri
tingkah laku yang inteligensi.
Beberapa
ciri tingkah laku yang inteligen ialah
1.
Purposeful
behavior.
Artinya,
bahwa tingkah laku yang inteligen, selalu tearah pada tujuan atau mempunyai
tujuan yang jelas.
2.
Organized
behavior.
Merupakan
tingkah laku yang terkoordinir, semua tenaga dan alat-alat yang
diperlukan dalam suatu pemecahan masalah berada dalam suatu koordinasi. Tidak
acak-acakan.
3.
Physical
well toned behavior.
Artinya
memilki sikap jasmaniah yang baik, penuh tenaga dan tangkas atau lincah.
4.
Adaptable
behavior.
Artinya
tingkah laku yang luas fleksibel tidak statis dan kaku tetapi selalu siap untuk
mengadakan penyesuain atau perubahan terhadap situasi yang baru.
5.
Success
oriented behavior.
Merupakan
tingkah laku yang didasari perasaan aman, tenang, gairah dan penuh kepercayaan
akan sukses atau optimis.
6.
Clearly
motivated behavior.
Adalah
tingkah laku yang dapat memenuhi kebutuhannya dan bermanfaat bagi orang lain
atau masyarakat.
7.
Rapid
behavior.
Ialah
tingkah laku yang efisien dan efektif dan cepat atau menggunakan waktu yang
singkat.
8.
Broad
behavior.
Tingkah
laku yang mempunyai latar belakang dan pandangan yang luas meliputi siakp dasar
serta jiwa yang terbuka.
Macam-macam
tes inteligensi, yaitu:
1.
Tes
Binet Simon yang
diperbaiki oleh Rubertag ini untuk menyelidiki inteligensi anak diantara umur 3
s/d 15 tahun, sehingga dari hasil itu dapat mengetahui IQ seorang anak
(Inteligensi Quotient) anak.
2.
Brightness
test atau test Mosselon yaitu test
three words (tes 3 kata).
3.
Telegram
test; yaitu di suruh membuat berita dalam bentuk telegram.
4.
Definitie; disuruh mendefinisikan sesuatu.
5.
Wiggly
test; yaitu menyusun kembali balok-balok kecil yang semula tersusun
menjadi satu.
6.
Stenquest
test; disuruh mengamati sesuatu benda sebaik-baiknya, lalu dirusak
kemudian disuruh membentuk kembali.
7.
Absurdity
test; yaitu disuruh menncari keanehan yang terdapat dalam suatu bentuk
cerita.
8.
Medallion
test; yaitu disuruh menyelesaikan gambar yang belum jadi atau barus
sebagian.
9.
Educational
test (scholastic test); yaitu tes yang biasanya diberikan di
sekolah-sekolah.
Dari
macam-macam tes tersebut dapat di ambil sebuah contoh tes inteligensi buatan
Simon dan Binet yang telah diperbaiki oleh Rubertag.
Berdasarkan
hasil tes ini Binet Simon menggolongkan
inteligensi menjadi:
a.
Pandai : Superior > 120
Gifted > 130
Genius > 140
b.
Normal : 90 - 110
c.
Bodoh : Debil
Embisil
Ediot
Binet
Simon mengadakan penyelidikan inteligensi anak umur 3 s/d 15 tahun. Contoh :
Kita ingin mencari IQ anak umur 7 tahun yaitu dengan rumus:
IQ =
MA/CA x 100
10
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
9
|
-
|
x
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1/7
|
8
|
x
|
x
|
x
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3/7
|
7
|
x
|
x
|
x
|
x
|
-
|
x
|
-
|
5/7
|
6
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
-
|
6/7
|
5
|
x
|
X
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
7/7
|
22/7
|
Keterangan
:
MA : Mental Age = umur
kecerdasan.
CA : Calender Age atau Cronologis Age ortinga umur kalender.
IQ = x 100 = x 100 =
x 1000 = = 33
Jadi
anak ini termasuk embisil yang berat.
Caranya
:
1.
Kita
suguhkan soal-soal yang sesuai tingkat umur.
2.
Tiap
pertanyaan atau soal kita nilai betul atau salahnya.
3.
Kita
tentukan jumlah soal untuk tungkat umur.
4.
Kita
jumlahkan nilai tiap kelompok soal.
5.
Kita
berikan soal-s0al untuk umur di bawahnya, sehingga semua soal terjawab.
6.
Pada
kelompok soal tingkat umur yang sudah terjawb kita hentikan.
7.
Kita
beri pertanyaan dari soal untuk umur di atasnya sehingga anak tersebut tidak
dapat menjawab semua pertanyaan, baru berhenti.
8.
Nilai
jawaban yang betul kita jumlahkan, itulah umur kecerdasan (MA).
9.
Hasil
angka akhir itulah IQ anak.
Hal
tersebut kita sesuaikan dengan daftar angka IQ anak , atas pedoman Binet Simon.
Gefsted atau jenius di atas 140
Normal = 90m -110 Debil = 60
- 79
Cerdas = 120 Embisil = 40
- 55
Superior = 130 Ediot
kuarng dari 30/25
Angka-angka
tersebut di atas tidak menunjukkan garis batas yang mutlak.
Kelemahan dalam
penyelidikan inteligensi dengan tes ini ialah:
a.
Terlalu
bersifat verbal (bahasa) sehingga menyebabkan kesulitan bagi tstee.
b.
Terlalu
bersifat ujian, hingga terjadi kurang ketelitian.
c.
Testee
ini dari golongan anak-anak tertentu dan digunakan untuk umum.
d.
Pertanyaan
tiap umur kurang valid.
Dengan hasil
pedoman tes inteligensi dapat di manfaatkan.
1.
Jangan
dianggap hasil tes inteligensi ini merupakan satu-satunya alat untuk mengetahui
pribadi anak.
2.
Tes
ini harsu dilihat sebagai satu star, bukan suatu finish[9].
H.
Teori-teori
tentang inteligensi
1.
Teori “Uni – factor”.
Tahun
1911 Wilhelmstren, memperkenalkan suatu teori tentang inteligensi yang disebut
“uni-faktor theory”. Teori ini dikenal pula sebagai teori kapasitas
umum. Dan menurut teori ini inteligensi itu merupakan kapasitas atau kemampuan
umum, reaksi atau tindakan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan atau memecahkan suatu masalah adalah bersifat umum pula. Kapasitas
umum itu timbul akibat pertumbuhan fisiologis atau pun akibat belajar.
Kapasiats
umum (general capacity) yang ditimbulkan itu lazim di kemukakan dengan
kode “G”.
2.
Teori “Two factors”.
Tahun
1904 yaitu sebelum Stern, seorang ahli matematika bernama Charles Spearman,
mengajuakn sebuah teori tentang inteligensi. Teori Spearman itu terkenal dengan
seebutan “Two kinds of factors Theory”. Spearman mengembangkan teori
inteligensi berdasarkan suatu factor mental umum yamg diberi kode “g” serta
factor-faktor yang diberi tanda “s”. factor “g” mewakili kekuatan mental umum
yang berfungsi dalam setiap tingkah laku mental individu, sedangkan
factor-faktor “s” menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi
permasalahan.
Orang
yang inteligensinya mempunyai factor “g” luas, memilki kapasitas untuk
mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan. Dia dapat mempealjari berbagai
macam pelajaran seperti matematika, bahasa, sains, sejarah, dan lain-lain
dengan menggunakan berbagai symbol abstrak. Orang yang memilki factor “g”
sedang atau rata-rata ia mempunyai kemampuan sedang untuk mempelajari
bidang-bidang studi. Luasnya factor “g”
ditentukan oleh kerjanya otak secara unit atau keseluruhan factor “s” di
dasarkan pada gagasan, bahwa fungsi otak tergantung kepada ada dantidaknya
struktur atau koneksi yang tepat bagi situasi atau masalah tertentu yang
khusus. Dengan demikian, luasnya factor “s” mencerminkan kerja khususu dari
otak, bukan karena struktur khusus otak.
Factor
“s” lebih bergantung kepada organisasi neurologis yang berhubungan dengan
kemampaun-kemampuan khusus.
3.
Teori “Multi – factors”.
Teori
inteligensi murni factor dikembangkan oleh E.L Thorndike. Teori ini tidak
berhubungan dengan konsep general ability atau factor “g”. Menurut teori ini,
inteligensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dan
respon. Hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu
ketika seseorang dapat menyebutkan sebuah kata, menghapal sajak, menjumlahkan
bilangan, atau melakukan pekerjaan itu. Berarti bahwa ia dapat melakukan itu
karena terbentuknya koneksi-koneksi di dalam system saraf akibat belajar atau
latihan. Manusia diperkirakan memilki 13 milyar urat saraf sehingga memungkin
adanya hubungan neural yang banyak sekali. Jadi, inteligensi menurut teori ini
adalah jumlah koneksi actual dan potensial di dalam system saraf.
4.
Teori “Sampling”.
Untuk
menjelaskan tentang inteligensi Godfrey. H. Thomson pada tahun 1916 mengajukan
sebuah teorinya yang disebut teori sampling. Kemudian teori ini disempurnakan
lagi poada tahun 1935 dan 1948. Menurut teori ini, inteligensi merupakan
berbagai kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang-bidang pengalaman.
Berbagai bidang pengalaman itu terkuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak
semuanya . masing-masing bidang hanya terkuasai sebagian-sebgai saja dan ini
mencerminkan kemampuan mental manusia – inteligensi beroperasi dengan terbatas
pada sampel dari berbagai kemampuan atau pengalaman dunia nyata. Sebagai
gambaran, contohnya saja dunia nayta terdapat kemampuan atau bidang-bidang
pengalaman A B C, inteligensi bergerak dengan sampel, misalnya sebagian A dan
sebagian B atau dapat pula sebagian dari bidang-bidang A, B, C.
5.
Teori “Primary – mental – abilities”.
LL.
Thurstone telah berusaha menjelaskan tentang organisasi inteligensi yang
abstrak, ia dengan menggunakan tes-tes mental serta teknik-teknik statistic
khusus membagi inteligensi menjadi 7 kemampuan primer, yaitu:
a.
Kemampuan
numerical atau matematis.
b.
Kemampuan
verbal atau berbahasa.
c.
Kemampuan
abstrak berupa visualisasi atau berfikir.
d.
Kemampuan
membuat keputusan, baik induktif maupun deduktif.
e.
Kemampuan
mengenal atau mengamati.
f.
Kemampuan
mengingat.
Menurut
“Primary – mental – abilities” ini, inteligensi merupakan penjelamaan dari ke
tujuh kemampuan pribadi di atas. Masing-masing dari ke tujuh kemampuan primer
itu adalah independen serta menjadikan fungsi-fungsi pikiran yang berbeda atau
berdiri sendiri. Para ahki lalu menyoroti teori ini sebagai teori yang
mengandung kelemahan menganggap adanya pemisahan fungsi atau kemampuan pada
mental individu. Menurut mereka, setiap kemampuan individu adalah saling
berhubungan secara integrative.
Carl Witherington,
dalam bukunya “Educational Psychology” mendefinisikan inteligensi sebagai
berikut:
“………..
excellence of performance as manifested in efficient activity atau inteligensi
adalah kesempurnaan bertindak sebagaimana dimanifestasikan dalam
kemampuan-kemampuan atau kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a.
Facilityin
the use of numbers atau fasilitas dalam menggunakan bilangan dan angka.
b.
Language
efficiency, efesiensi penggunaan bahasa.
c.
Speed
of percepstion, atau kecepatan pengamatan.
d.
Facility
in memorizing, atau fasilitas dalam mengingat.
e.
Facility
in comprehending relationship, fasilitas dalam memahami hubungan.
f.
Imagination,
menghayal atau mencipta.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN :
Inteligensi adalah kemampuan umum mental individu yang tampak dalam
caranya bertindak atau berbuat atau dalam memecahkan masalah atau dalam
melaksanakan tugas. Bagi manusia inteligensi ini berfungsi untuk menyesuaikan
diri secara mental denga lingkunga yang dihadapi.
Baik inteligensi potensial atau bawaan maupaun inteligensi real
atau telah dikembangkan yang di miliki si anak merupakan kemampuan bagi dirinya
untuk bertumbuh, berkembang, untuk belajar, atau untuk berbuat, bertindak atau
untuk memecahkan masalah atau untuk melaksanakan tugas yang dihadapi. Kemampuan
inteligensi anak terrsebut akan mempengaruhi tempo dan kwalitas penyelesaian
masalah atau tugas yang dilaksanakan.
Ada perbedaan individual dari segi inteligensi, ada yang tingkat
tinggi, cukup dan tingkat rendah. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan
kemampuan atau kesanggupannya dalam hidup, bekerja berkarya dan berusaha. Makin
tinggi inteligensi akan makin tinggi pula kemampuan untuk berkarya dan
berusaha, tetapi sebaliknya makin kurang atau rendah inteligensinya akan makin kurang
kesanggupannya dan yang paling rendah akan semakin tidak sanggup sama sekali
untuk berbuat bahkan untuk hidup mandiri sekalipun. Adanya perbedaan individu
dalam hal inteligensi yang dimiliki setiap orang, bukan hanya disebabkan Karena
factor pembawaan atau factor lingkungan saja tetapi juga ada pengaruh
factor-faktor lainnya. Jadi jelasnya factor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan atau pembentukan inteligensi seseorang itu adalah : factor
Pembawaan, factor Kematangan, factor Minat, factor Pembentukan, dan factor
kebebasan. Semua factor itu secara totalitas akan mempengaruhi perwujudan
inteligensi seseorang.
Inteligensi Teoritis ialah kemampuan inteligensi untuk menggunakan
skemata-skemata berfikir dan abstraksi-abstraksi serat kemampuan berfikir logis
dibidang ilmu pengetahuan dalam penyesuain diri dengan situasi-situasi baru;
inteligensi inilah yang menjadi dasar pengembangan kemampuan inteligensi nyata
di lapangan verbal. Sedangkan yang dimaksud dengan inteligensi Praktis ialah
kemampuan inteligensi yang berkaitan dengan pekerjaan atau karya, kegiatan
praktis dan bidang keterampilan; inteligensi ini menjadi dasar pengembangan
kemampuan inteligensi yang berkaitan dengan lapangan gerak.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmad dkk, Psikologi Belajar, (Jakarta;Rineka Cipta
Cipta, 1991), h. 34-36
E. Usman Effendi dkk, Pengantar Psikologi, (Bandung;
Angkasa, 1985), h. 88-89
Muhammad Daryono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta;Rineka
Cipta, 1997), h. 182-183
M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum
Nasional, (Jakarta;PT Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 115-118
Syaifah Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,
(Banjarmasin;Rineka Cipta, 2000).
[1]Syaiful Bahri
Djamarah, Psikologi Belajar, (Banjarmasin;Rineka Cipta, 2000)
[2]Abu Ahmad dkk, Psikologi
Belajar, (Jakarta;Rineka Cipta Cipta, 1991), h. 32
[3]Muhammad
Daryono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta;Rineka Cipta, 1997), h. 182-183
[4]E. Usman
Effendi dkk, Pengantar Psikologi, (Bandung; Angkasa, 1985), h. 88-89
[5]M.Alisuf Sabri,
Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta;PT Pedoman
Ilmu Jaya, 1996), h. 115-118
[6]Abu Ahmad dkk, Psikologi
Belajar, (Jakarta;Rineka Cipta Cipta, 1991), h. 118-125
[7]E. Usman
Effendi dkk, Pengantar Psikologi, (Bandung; Angkasa, 1985), h. 91
[8]Ibid, h. 92
[9]Abu Ahmad dkk, Psikologi
Belajar, (Jakarta;Rineka Cipta Cipta, 1991), h. 34-36