BAB
I
PENDAHULUAN
Di
dalam Islam terdapat sebuah ilmu yang dikenal baik oleh kalangan akademis
maupun masyarakat pada umumnya. Ilmu itu tersebut adalah ilmu kalam (yang dari
segi bahasanya lebih dikenal dalam masyarakat) atau yang lebih sering dikenal dengan
sebutan ilmu theologi Islam (yang dikenal
kebanyakan oleh kalangan akademis). Ilmu ini membahas tentang
pengetahuan agama, yang pokok permasalahannya adalah pada membicarakan tentang
Tuhan dan manusia dalam pertalian dengan
Tuhan, atau yang sering juga disebut Ilmu Ketuhanan.
Jadi
kami disini akan mencoba membahas tentang Pengertian Ilmu Kalam, Sumber dan
Tujuan Dari Ilmu Kalam, Sebab-sebab Lahirnya Ilmu Kalam, serta Aliran-alirannya.
Dengan cara mengutip dan mencari buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan
kami. Yang bertujuan agar Kita bisa mengetahui Apa itu ilmu kalam, apa sumber-sumbernya,
dan aliran-alirannya. Dan faktor-faktor apa saja yang membuat mereka berbeda,
hingga membuat aliran masing-masing.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
ILMU KALAM
Ilmu
kalam atau sering juga disebut orang ilmu theologi islam, merupakan salah satu
bidang studi islam yang amat dikenal baik oleh kalangan akademis maupun
masyarakat pada umumnya. Hal ini terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam
menjelaskan berbagai masalah yang muncul dimasyarakat.
Maka
dari itu kita harus tahu apa itu ilmu kalam yang ditinjau menurut para ahlinya:
Menurut
Ibnu Khaldun ialah ilmu berisi alasan-alasan yang mempertahankan
kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi
bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan
aliran golongan salaf dan Ahli Sunnah[1].
Menurut
Syech M. Abduh adalah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat
yang mesti ada atau yang boleh atau yang tidak mungkin ada pada-Nya,
membicarakan tentang Rasul-rasul sifat-sifat yang boleh atau yang mesti atau
yang tidak mungkin dipertautkan kepada mereka.[2]
Dari
pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa theologi atau ilmu kalam itu adalah
ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah ketuhanan serta berbagai
masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan.
Dengan demikian, seseorang yang mempelajari dapat mengetahui bagaimana
cara-cara untuk memiliki keimanan dan bagaimana pula cara menjaga keimanan
tersebut agar tidak hilang atau rusak.
B. SUMBER DAN TUJUAN DARI ILMU KALAM
Sumber
ilmu kalam adalah Al-Qur’an dan
Hadits-hadits yang banyak berisi penjelasan-penjelasan tentang wujud Tuhan dan
sifat-sifatNya dan persoalan-persoalan theologi islam. Sedangkan Tujuan
dari ilmu kalam adalah memantapkan kepercayaan-kepercayaan agama dengan jalan
akal-pikiran di samping kemantapan hati orang-orang yang percaya kepadanya, dan
membela kepercayaan-kepercayaan tersebut dengan menghilangkan berbagai macam
keraguan yang boleh jadi masih kelihatan melekat atau sengaja dilekatkan oleh
lawan-lawan kepercayaan itu. Dengan kata lain, tujuan theologi islam atau ilmu
kalam ialah mengangkat kepercayaan seseorang dari lembah taqlid kepada puncak
keyakinan[3].
C. SEBAB-SEBAB LAHIRNYA ILMU KALAM
Kepercayaan
sesuatu agama merupakan pokok dasarnya islam sebagai agama yang mengingkari
agama-agama Yahudi dan Nasrani serta agama-agama berhala, pokok dasar ajaran
dan segi-segi da’wah yang menjadi tujuan Qur’an dan hadits-hadits Nabi Muhammad
SAW banyak berisi tentang wujud Tuhan, keagungan dan keesaanNya. Dan sebagian
lagi menyatakan macamnya hubungan dengan makhlukNya, seperti mendengar,
melihat, maha adil, menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan dan
sebagainya. Memang hal ini bukan menjadi tugas Rasul-rasul (Nabi-nabi) dan
mereka yang bekerja dalam bidang perbaikan umat, di mana perhatian terutama
ditujukan kepada penyiar da’wah. Penyusunan ilmu yang semacam itu menjadi tugas
para pengikut dan orang-orang yang datang sesudahnya.
Dengan
demikian, maka Theologi islam belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW dan
sahabat-sahabatnya, melainkan baru dikenal pada masa kemudian setelah ilmu-ilmu
keislaman satu persatu mulai muncul dan setelah orang banyak suka membicarakan
soal-soal gaib dan metafisika. Dan theologi islam tidak sekaligus timbul, dan
pada masa-masa pertama berdirinya belum jelas dasar-dasarnya. Baru setelah
melalui beberapa fase, maka ia mengenal berbagai golongan dan aliran . Setelah
kaum muslimin kurang lebih tiga abad lamanya melakukan berbagai perdebatan,
baik antara sesama mereka maupun lawan-lawannnya dan pemeluk-pemeluk agam lain,
maka akhirnya kaum muslimin sampai pada suatu ilmu yang menjelaskan dasar-dasar
aqidahnya dan juga perincian-perinciannya.. Selama itu mereka terbawa berbagai
faktor, baik faktor keislaman ataupun bukan, faktor faktor politik maupun
sosial[4].
Karena
itu kaum muslimin harus menggali lebih dalam lagi isi Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul sebagai penjelas dari juru penerangnya (Qur’an). Pada waktu Rasulullah
hidup apabila terdapat suatu kesulitan atau sesuatu tidak dapat dipahami maka
mereka bisa menyakan langsung kepada Beliau.
Setelah
Rasulullah wafat, timbullah persoalan, siapakah yang berhak memegang khilafat
(pimpinan kaum muslimin) sesudahnya? Dengan berlalunya masa, muncullah apa yang
disebut “peristiwa Ali r.a. contra Usman r.a.”
yang telah banyak menimbulkan persengketaan dan perdebatan dikalangan
kaum muslimin untuk diketahui siapa yang benar dan siapa pula yang salah.
Pertama
yang diperselisihkan adalah soal “Imamah” dan syarat-syaratnya, serta siapa
yang berhak memegangnya. Golongan Syiah (pengikut Ali r.a.) memonopolika Imamah
tersebut kepada Ali r.a. dan keturunan-keturunannya, sedangkan golongan
Khawarij dan Mu’tazillah menganggap bahwa orang yang berhak memangku jabatan
Imamah ialah orang yang terbaik dan paling cakap, meskipun ia budak berlian
atau bukan orang Arab (Quraisy). Dalam pada itu, menurut mayoritas kaum
muslimin yang pendapatnya moderate, yang berhak memangku jabatan tersebut
adalah orang yang paling cakap dari golongan Quraisy.
Kedua
setelah
terjadi peristiwa pembunuhan atas diri Utsman r.a. timbul perselisihan lain,
yaitu sekitar persoalan dosa besar apa hakikatnya dan apa hukum orang yang
mengerjakannya. Apa yang dimaksud dosa besar mula-mula ialah pembunuhan
tersebut. Kelanjutannya, sudah barang tentu ialah perselisihan tentang iman,
apa pengertian dan bagaimana batasnya, serta pertaliannya dengan perbuatan
lahir. Perselisihan ini telah menimbulkan golongan-golongan Khawarij, Murjiah
dan kemudian lagi golongan Mu’tazillah.
Dengan
demikian, maka perselisihan dalam soal dosa besar (pembunuhan) sudah bercorak
agama yang sebelumnya masih bercorak politik dan kemudian menjadi pembicaraan
yang penting dalam theologi islam, sebagaimana halnya dengan soal Khilafat dan Imamah, sedang
soal-soal ini sebenarnya lebih tepat kalau dimasukkan dalam ilmu fiqih, karena
bertalian dengan hukum amalan lahir bukan dalam kepercayaan. Maka penyebab
lahirnya aliran-aliran kalam salah satu penyebabnya yang diatas tersebut dan
masih banyak lagi penyebab-penyebab lain yang tidak dapat disebutkan karena
keterbatasannya pengetahuan kami dan kekurangannya informasi.
D. ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM
Aliran-aliran
kalam terjadi karena perselisihan-perselisihan dikalangan kaum muslimin pada
masa dahulu dikarenakan faktor-faktor kemanusiaan yaitu perbedaan cara berfikir
dikalangan para pakar sebab-sebabnya antara lain:
Ø Objek
kajian yang masih gelap
Ø Perbedaan
keinginan, kecenderungan, kepribadian
Ø Perbedaan
orientasi
Ø Bertaklid
kepada para pendahulu
Ø Perbedaan
kapasitas intelektual
Ø Cinta
kekuasaan
Selain
itu ada beberapa sebab perbedaan pendapat dalam bidang politik dan pemerintahan
dikalangan kaum muslimin yaitu:
Ø Fanatik
kesukuan dan ke-Araban
Ø Perebutan
Khilafat
Ø Pergaulan
kaum muslimin dengan penganut berbagai agama lain dan masuknya sebagian mereka
kedalam islam
Ø Penerjemahan
buku-buku filsafat
Ø Melakukan
pembahasan masalah-masalah yang rumit
Ø Adanya
ayat-ayat mutsyabihat dalam Al-Qur’an
Ø Penggalian
hukum syar’i
Karena
sebab-sebab ini semua maka kaum muslimin mengenal berbagai aliran-aliran dalam
lapangan, yaitu lapangan politik, Aqidah dan lainnya[5].
.
a. Sebagian kecil aliran-aliran yang berada di Politik:
1. Syi’ah
Syi’ah
adalah mazhab politik yang pertama kali lahir dalam islam. Seperti telah
disinggung, mazhab mereka tampil pada akhir masa pemerintahan Utsman, kemudian
mereka tumbuh dan berkembang pada masa Ali. Setiap Ali berhubungan dengan
masyarakat, mereka semakin mengagumi bakat-bakat, kekuatan beragama, dan
ilmunya. Karena itu, para propagandis Syi’ah mengeksploitasi kekaguman mereka
terhadap Ali untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka tentang dirinya. Diantara pemikiran itu ada yang menyimpang,
dan ada pula yang lurus. Ketika keturunan Ali, yang sekaligus keturunan
Rasulullah mendapat perlakuan zalim yang semakin hebat dan banyak mengalami
penyiksaan pada masa Bani Umayyah, rasa cinta mereka terhadap keturunan Ali
semakin mendalam. Mereka memandang Ahlulbait ini sebagai syuhada dan korban
kezaliman. Dengan demikian, semakin luaslah daerah mazhab Syi’ah dan
pendukungnya semakin banyak.
Golongan
Syi’ah muncul pada akhir masa Khalifah ketiga, Utsman kemudian tumbuh dan
berkembang menjadi mazhab-mazhab. Sebagiannya menyimpang dan sebagiannya lurus.
Namun, keduanya sama-sama fanatik terhadap keluarga Nabi.
Mazhab
Syi’ah timbul di Mesir untuk pertama kali pada masa pemerintahan Utsman, karena
di sana propagandis menemukan lahan yang subur. Kemudian tersebar luas di Irak
yang dalam perkembangan berikutnya menjadi markas dan tempat menetap para
penganutnya. Kalau Madinah dan Mekkah serta kota-kota lainnya di kawasan Hijaz
menjadi tempat tumbuh kembangnya Sunnah dan Hadits, kemudian Syam menjadi
buaian orang-orang Umawi, maka menjadi tempat tinggal Syi’ah.
Aliran-aliran
Syi’ah:
-
Saba’iah -
Ghurabiyyah
-
Kaisaniyyah -
Kaisaniyyah
-
Zaidiyyah -
Imamiyyah Itsna ‘Asyariah(imamiyyah dua belas)
-
Ism’iliyyah -
Hakimiyyah dan Druz
-
Nashiriyyah
2. Khawarij
Mazhab
Khawarij[6] muncul
bersamaan dengan Syi’ah. Masing-masing muncul sebagai sebuah mazhab pada masa
pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Pada awalnya, pengikut kedua mazhab
ini adalah para pendukung Ali, meskipun pemikiran mazhab Khawarij lebih dahulu
muncul daripada mazhab Syi’ah. Mazhab Khawarij untuk pertama kalinya muncul
dikalangan tentara Ali ketika peperangan memuncak antara pasukan Ali dan
Pasukan Mu’awiyah.
Aliran-aliran Khawarij:
-
Azariqah -
Najdah
-
Shafriyyah -
‘Ajaridah
-
Ibadhiyyah
Aliran-aliran
Khawarij yang dipandang keluar dari Islam:
-
Yazidah
-
Maimuniyyah
b. Sebagian kecil aliran-aliran yang berada di Aqidah:
1. Murji’ah
Golongan
ini muncul di tengah-tengah memuncaknya perdebatan mengenai pelaku dosa
besar: apakah pelaku dosa besar masih tetap berimanbataukah tidak?
Menurut Khawarij orang itu menjadi kafir, sedangkan menurut Mu’tazillah orang
itu bukan mukmin, melainkan hanya Muslim. Hasan al-Bashri dan sebagian Tabi’in
mengatakan bahwa orang itu munafik. Alasan mereka, perbuatan merupakan cerminan
dari hati, sedangkan ucapan tidak dapat dijadikan indikator bahwa seseorang
telah beriman. Adapun mayoritas umat islam memandang pelaku dosa besar sebagai
orang Mu’min yang durhaka, yang persoalannya diserahkan kepada Allah: jika
menghendaki, Ia dapat saja mengampuni kesalahannya. Ditengah-tengah pertentangan
pendapat seperti itulah Murji’ah muncul dengan pendapatnya bahwa dosa tidak
merusak keimanan, sebagaimana ketaatan tidak memberi manfaat bagi orang kafir.
Diantara para pendukung paham ini ada yang berpendapat bahwa persoalan pelaku
dosa besar diserahkan kepada Allah pada hari kiamat. Kelompok pendukung ini
memiliki jumlah yang besar dan bergabung dengan sekelompok besar ulama Sunni.
Bahkan dalam suatu penelitian diketahui bahwa pendapat golongan ini mewakili
pendapat jumhur ulama.
Penyemaian
benih pertama yang kemudian menumbuhkan Murji’ah terjadi pada masa sahabat
Nabi, yaitu pada akhir pemerintahan Utsman. Pergunjingan tentang keadaan
pemerintahan Utsman dan para pejabatnya berkembang sampai kepelosok-pelosok
wilayah Islam. Pergunjingan itu kemudian melahirkan fitnah dan
berakhir dengan terbunuhnya Utsman. Di saat-saat seperti itu sekelompok sahabat
memilih bersikap diam dan menahan diri agar tidak mencampuri fitnah
yang menimbulkan kekacauan luar biasa di kalangan umat Islam.
Para
ulama membagi penganut Murji’ah k dala dua golongan. Pertama adalah Murji’ah
al-Sunnah, yaitu berpendapat bahwa pendosa akan disiksa sesuai dengan ukuran
dosanya, dan tidak kekal dineraka. Bisa saja Allah memaafkan dan menaunginya
dengan rahmatNya sehingga tidak disiksa sama sekali, dan itu merupakan karunia
Allah yang diberikanNya kepada siapa pun yang dikehendakiNya (Allah memiliki
karunia yang maha besar. Termasuk dalam kelompok ini kebanyakan ulama fiqh dan
hadits. Kelompok kedua adalah Murji’ah al-Bid’ah, yaitu mereka yang secara
khusus memakai nama Murji’ah dikalangan mayoritas umat Islam. Mereka inilah
yang berhak menerima ungkapan buruk dari semua pihak. Dan sebaiknya pemberian
sifat Murji’ah dijauhkan dari para tokoh ulama sehingga tidak disamakan dengan
mereka yang membolehkan segala-segalanya itu.
2. Mu’tazillah
Golongan
ini muncul pada masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi baru menghebohkan
pemikiran islam pada masa pemerintahan Bani Abbas dalam masa yang cuku panjang.
Para
ulama berbeda pendapat tentang waktu munculnya golongan ini. Sebagian
berpendapat, golongan ini mulai timbul sebagai satu kelompok dikalangan
pengikut Ali. Mereka mengasingkan diri dari masalah-masalah politik dan beralih
kemasalah aqidah ketika Hasan turun dari jabatan Khalifah untuk digantikan oleh
Mu’awiyah ibn Abu Sufiyan. Mengenai hal ini Abu al- Hasan al-Thara’ifi dalam
bukunya Ahl al-ahwa wa al-Bida menyatakan “Mereka menanamkan diri dengan
Mu’tazillah ketika Hasan ibn Ali membaiat Mu’awiyah dan menyerahkan jabatan
Khalifah kepadanya. Mereka mengasingkan diri dari Hasan, Mu’awiyah dan semua
orang lain. Mereka menetap di
rumah-rumah dan masjid-masjid. Mereka berkata, ‘Kami bergelut dengan ilmu dan
ibadah’ “.
Pada
umumya ulama berpendapat bahwa tokoh utama Mu’tazillah adalah Washil ibn ‘Atha’.
Ia adalah seorang peserta dalam forum ilmiah Hasan al-Bashri. Di forum ini
muncul yang hangat pada waktu itu, yaitu masalah pelaku dosa besar. Washil
berkata dalam menentang pendapat Hasan, “Menurut saya pelaku dosa besar sama
sekali bukan mu’min, bukan pula kafir, melainkan ia berada diantara dua posisi
itu”. Washil kemudian menghindari forum Hasan dan membentuk forum baru dimasjid
yang sama.
Dalam
kitab-kitab Mu’tazillah, para penulisnya berpendapat bahwa awal munculnya paham
itu jauh lebih dahulu dari kisah Washil diatas; mereka berpendapat bahwa
diantara para penganut mazhab itu banyak yang berasal dari keluarga Nabi (Ahlul
al-Bait). Yang termasuk penganut mazhab ini adalah Hasan al-Bashri sendiri.
Hasan juga mengemukakan pendapat tentang pelaku dosa besar yang mirip dan tidak
bertentangan dengan pendapat mereka, karena ia berpendapat bahwa pelaku dosa
besar adalah munafik; kesamaannya ialah bahwa orang munafik juga kekal dalam
neraka, dan tidak termasuk dalam kelompok orang beriman. Abu al-Hasan al-Khayyath
dalam bukunya al-Intishar mengatakan, “Tidak seorang pun berhak
mengaku sebagai penganut Mu’tazillah sebelum ia mengakui al-Ushul
al-Khamsah (lima dasar), yaitu al-tauhid al-‘adl, al-wa’d wa al wa’id,
al-Manzilah bain al-Manzilataini, al-Amr bi al-Ma'ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar.
3. Asy’ariyyah
Serangan
Mu’tazillah terhadap para fuqaha an muhadditsin semakin gencar. Tak seorang pun
pakar fiqih yang populer dan pakar hadits yang mahsyur luput dari serangan itu.
Suatu serangan dalam bentuk pemikiran disertai serangan fisik. Akibatnya,
timbul kebencian masyarakat terhadap mereka yang berkembang menjadi permusuhan,
dan masyarakat melupakan jasa baik dan jeri payah mereka untuk membela islam
dalam melakukan perlawanan terhadap kaum zindik.
Pada
akhir abad ke-3 H muncul dua tokoh yang menonjol, yaitu Abu al-Hasan al-‘Asy’ar
di Bashrah dan Abu Mansyur al-Maturidi di samarkand. Mereka bersatu dalam
melakukan bantahan terhadap Mu’tazillah, meskipun sedikit banyak mereka
mempunyai perbedaan. Al-Asy’ari dilahirkan di Bashrah pada tahun 260 H dan
wafat pada tahun kurang lebih 330 H.
Mazhab
Asy’ariyyah mempunyai banyak pengikut, di Irak dan wilayah-wilayah Islam bagian
barat mazhab ini dikenal sebagai mazhab Ahlussunnah wa Jama’ah. Banyak tokoh
terkemuka yang menguatkan pandangan al-Asy’ari. Bahkan, sebagian besar
berpegang pada pendapatnya secara fanatik; bukan hanya kesimpulan yang
dicapainya, melainkan juga dalam premis-premis yang digunakan untuk sampai
kepada kesimpulan ini. Mereka mengharuskan kepada para pengikutnya untuk
mengikuti premis dan kesimpulannya sekaligus. Tokoh kelompok ini:
-
Abu Bakar al-Baqillani
-
Al-Ghazali
4. Maturidiyyah
Mazhab
Maturidiyyah ditokohi oleh al-Maturidi ialah Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud
yang tahun kelahirannya tidak diketahui pasti akan tetapi nampaknya ia
dilahirkan pada sekitar pertengahan abad ke-3 H, dan dilahirkan pada sebuah
daerah di Samarkand dan wafat pada tahun 333 H.
Pemikiran al-Maturidi lebih dekat kepada pemikiran
Mu’tazillah daripada pemikiran kelompok fuqaha dan Ahlul hadits. Dan benarlah
pernyataan dari almarhum al-Kautsari yang mengatakan, “Sesungguhnya Asy’ariyyah
berada pada posisi antara Mu’tazillah dan Ahlul hadits. Sedangkan Maturidiyyah
berada antara Mu’tazillah dan Asy’ariyyah”. Pada setiap pendapat dalam berbagai
persoalan esensial yang tidak ada nashnya, dapat ditemukan bahwa pemikiran
mereka dijelaskan dengan penalaran rasional disamping dalil naqli.
Al-Maturidi mempunyai banyak kesamaan dengan al-Asy’ari pada sebagian besar
kesimpulan yang dihasilkannya, tetapi juga mempunyai perbedaan dalam berbagai
persoalan lainnya.
5. Salafiyyah
Salafiyyah
ialah orang-orang yang mengidentifikasikan pemikiran mereka dengan pemikiran
para salaf. Mereka muncul pada abad ke-4 H. Mereka terdiri dari ulama mazhab
Hambali yang berpendapat bahwa garis besar pemikiran mereka bermuara pada
pemikiran Imam Ahmad ibn Hambal yang menghidupkan aqidah ulama salaf dan
berusaha memerangi paham lainnya. Aliran ini muncul kembali pada abad ke-7 H. Aliran ini dihidupkan oleh Syaikh al-Islam
Ibn Taimiyyah yang menyiarkan dengan gencar. Ia menambahkan beberapa hal dengan
mengaktualisasikan pemikiran paham ini sesuai dengan kondisi zamanya.
Selanjutnya pada abad ke-12 H pemikiran serupa muncul kembali di Jazirah
Arab, dihidupkan oleh Muhammad ibn Wahhab. Kaum Wahabi ini terus-menerus
mengkampanyekannya sehingga membangkitkan amarah sebagian ulama.
Kita
telah mengetahui, bahwa dalam menerangkan aqidah Islam serta berdialog dan
berdiskusi, Mu’tazillah menempuh metode falsafi yang mereka tiru dari logika
Yunani. Membela Islam merupakan motivator mereka untuk menempuh metode ini.
Dalam penggunaan falsafi ini, mereka didampingi oleh Asy’ariyyah dan
Maturidiyyah. Dua aliran yang disebut terakhir dekat dengan yang pertama dalam
sebagaian besar kesimpulan yang mereka hasilkan, sekalipun mereka juga
mengeritik aliran pertama mengenai hisab.
Kaum
Salaf datang menentang penggunaan metode itu. Mereka menginginkan agar
pengkajian aqidah kembali kepada prinsip-prinsip aqidah dan dalil-dalil yang
mendasarinya dari al-Qur’an dan Sunnah, serta melarang untuk mempertanyakan
dalil-dalil al-Qur’an itu.
Ibn
Taimiyyah yang merumuskan metode kelompok ini membagi ulama dalam memahami
aqidah Islam ke dalam empat kategori, yaitu:
Pertama,
para filosof. Mreka mengatakan bahwa al-Qur’an datang dengan metode
instruksional dan premis-premis yang dapat diterima masyarakat.
Kedua,
para pakar ilmu kalam, yaitu Mu’tazillah. Mereka mengemukakan berbagai
kesimpulan yang rasional sebelum mengadakan penalaran terhadap ayat-ayat Qur’an.
Ketiga,
kelompok ulama yang mengadakan penalaran terhadap aqidah yang terdapat di
al-Qur’an untuk di Imani, dan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya untuk di
gunakan.
Keempat,
kelompok orang yang beriman kepada al-Qur’an, baik aqidah maupun dalilnya,
tetapi mempergunakan dalil rasional di samping dalil al-Qur’an itu.
Kelihatannya Ibn Taimiyyah memasukkan Asy’ariyyah ke dalam kategori ini.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN :
Ilmu kalam itu
adalah ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah ketuhanan serta
berbagai masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang
meyakinkan. Sumber ilmu kalam adalah
Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang banyak berisi penjelasan-penjelasan tentang
wujud Tuhan dan sifat-sifatNya dan persoalan-persoalan theologi islam. Tujuan
ilmu kalam ialah mengangkat kepercayaan seseorang dari lembah taqlid kepada
puncak keyakinan.
Aliran-aliran kalam terjadi dikarenakan perselisihan-perselisihan dikalangan kaum
muslimin pada masa dahulu yang disebabkan faktor-faktor kemanusiaan yaitu
perbedaan cara berfikir.
- Sebagian kecil aliran-aliran yang
berada di Politik:
a. Syiah
b. Khawarij
- Sebagian kecil aliran-aliran yang
berada di Aqidah:
a. Murji’ah
b. Mu’tazillah
c. Asy’ariyyah
d. Maturidiyyah
e. Salafiyyah
DAFTAR
PUSTAKA
1. A. HANAFI, M.A
PENGANTAR THEOLOGI
ISLAM
2. PROF. DR. IMAM MUHAMMAD ABU ZAHRAH
ALIRAN POLITIK DAN
AQIDAH DALAM ISLAM
3. PROF. DR. H. ABUDDIN NATA, M.A
METODOLOGI STUDI ISLAM
[1] A. Hanafi M.A, Theologi Islam
(ilmu kalam), (Jakarta:Bulan Bintang, 1979), cet. III, hlm. 10.
[2] A. Hanafi M.A, Pengantar
Theologi Islam , (Jakarta :Al-Husna Zikra, 1995), cet . VI, hlm. 12.
[3]
A. Hanafi M.A, Pengantar
Theologi Islam , (Jakarta :Al-Husna Zikra, 1995), cet . VI, hlm. 18-19.
[4] Dr.
Ibrahim Madkur, Tarikhul Falsafah, 1948
Tidak ada komentar:
Posting Komentar