Minggu, 08 Juli 2012

Aliran-aliran Ilmu Kalam


BAB I
PENDAHULUAN

Di dalam Islam terdapat sebuah ilmu yang dikenal baik oleh kalangan akademis maupun masyarakat pada umumnya. Ilmu itu tersebut adalah ilmu kalam (yang dari segi bahasanya lebih dikenal dalam masyarakat) atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan ilmu theologi Islam (yang dikenal  kebanyakan oleh kalangan akademis). Ilmu ini membahas tentang pengetahuan agama, yang pokok permasalahannya adalah pada membicarakan tentang Tuhan dan manusia dalam pertalian  dengan Tuhan, atau yang sering juga disebut Ilmu Ketuhanan.
Jadi kami disini akan mencoba membahas tentang Pengertian Ilmu Kalam, Sumber dan Tujuan Dari Ilmu Kalam, Sebab-sebab Lahirnya Ilmu Kalam, serta Aliran-alirannya. Dengan cara mengutip dan mencari buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan kami. Yang bertujuan agar Kita bisa mengetahui Apa itu ilmu kalam, apa sumber-sumbernya, dan aliran-alirannya. Dan faktor-faktor apa saja yang membuat mereka berbeda, hingga membuat aliran masing-masing.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN  ILMU  KALAM
Ilmu kalam atau sering juga disebut orang ilmu theologi islam, merupakan salah satu bidang studi islam yang amat dikenal baik oleh kalangan akademis maupun masyarakat pada umumnya. Hal ini terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam menjelaskan berbagai masalah yang muncul dimasyarakat.
Maka dari itu kita harus tahu apa itu ilmu kalam yang ditinjau menurut para ahlinya:
Menurut Ibnu Khaldun ialah ilmu berisi alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan Ahli Sunnah[1].
Menurut Syech M. Abduh adalah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada atau yang boleh atau yang tidak mungkin ada pada-Nya, membicarakan tentang Rasul-rasul sifat-sifat yang boleh atau yang mesti atau yang tidak mungkin dipertautkan kepada mereka.[2]
Dari pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa theologi atau ilmu kalam itu adalah ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah ketuhanan serta berbagai masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan. Dengan demikian, seseorang yang mempelajari dapat mengetahui bagaimana cara-cara untuk memiliki keimanan dan bagaimana pula cara menjaga keimanan tersebut agar tidak hilang atau rusak.

B.     SUMBER DAN TUJUAN DARI ILMU KALAM
Sumber ilmu kalam  adalah Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang banyak berisi penjelasan-penjelasan tentang wujud Tuhan dan sifat-sifatNya dan persoalan-persoalan theologi islam. Sedangkan Tujuan dari ilmu kalam adalah memantapkan kepercayaan-kepercayaan agama dengan jalan akal-pikiran di samping kemantapan hati orang-orang yang percaya kepadanya, dan membela kepercayaan-kepercayaan tersebut dengan menghilangkan berbagai macam keraguan yang boleh jadi masih kelihatan melekat atau sengaja dilekatkan oleh lawan-lawan kepercayaan itu. Dengan kata lain, tujuan theologi islam atau ilmu kalam ialah mengangkat kepercayaan seseorang dari lembah taqlid kepada puncak keyakinan[3].

C.    SEBAB-SEBAB LAHIRNYA ILMU KALAM
Kepercayaan sesuatu agama merupakan pokok dasarnya islam sebagai agama yang mengingkari agama-agama Yahudi dan Nasrani serta agama-agama berhala, pokok dasar ajaran dan segi-segi da’wah yang menjadi tujuan Qur’an dan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW banyak berisi tentang wujud Tuhan, keagungan dan keesaanNya. Dan sebagian lagi menyatakan macamnya hubungan dengan makhlukNya, seperti mendengar, melihat, maha adil, menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan dan sebagainya. Memang hal ini bukan menjadi tugas Rasul-rasul (Nabi-nabi) dan mereka yang bekerja dalam bidang perbaikan umat, di mana perhatian terutama ditujukan kepada penyiar da’wah. Penyusunan ilmu yang semacam itu menjadi tugas para pengikut dan orang-orang yang datang sesudahnya.
Dengan demikian, maka Theologi islam belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya, melainkan baru dikenal pada masa kemudian setelah ilmu-ilmu keislaman satu persatu mulai muncul dan setelah orang banyak suka membicarakan soal-soal gaib dan metafisika. Dan theologi islam tidak sekaligus timbul, dan pada masa-masa pertama berdirinya belum jelas dasar-dasarnya. Baru setelah melalui beberapa fase, maka ia mengenal berbagai golongan dan aliran . Setelah kaum muslimin kurang lebih tiga abad lamanya melakukan berbagai perdebatan, baik antara sesama mereka maupun lawan-lawannnya dan pemeluk-pemeluk agam lain, maka akhirnya kaum muslimin sampai pada suatu ilmu yang menjelaskan dasar-dasar aqidahnya dan juga perincian-perinciannya.. Selama itu mereka terbawa berbagai faktor, baik faktor keislaman ataupun bukan, faktor faktor politik maupun sosial[4].
Karena itu kaum muslimin harus menggali lebih dalam lagi isi Al-Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai penjelas dari juru penerangnya (Qur’an). Pada waktu Rasulullah hidup apabila terdapat suatu kesulitan atau sesuatu tidak dapat dipahami maka mereka bisa menyakan langsung kepada Beliau.
Setelah Rasulullah wafat, timbullah persoalan, siapakah yang berhak memegang khilafat (pimpinan kaum muslimin) sesudahnya? Dengan berlalunya masa, muncullah apa yang disebut “peristiwa Ali r.a. contra Usman r.a.”  yang telah banyak menimbulkan persengketaan dan perdebatan dikalangan kaum muslimin untuk diketahui siapa yang benar dan siapa pula yang salah.
Pertama yang diperselisihkan adalah soal “Imamah” dan syarat-syaratnya, serta siapa yang berhak memegangnya. Golongan Syiah (pengikut Ali r.a.) memonopolika Imamah tersebut kepada Ali r.a. dan keturunan-keturunannya, sedangkan golongan Khawarij dan Mu’tazillah menganggap bahwa orang yang berhak memangku jabatan Imamah ialah orang yang terbaik dan paling cakap, meskipun ia budak berlian atau bukan orang Arab (Quraisy). Dalam pada itu, menurut mayoritas kaum muslimin yang pendapatnya moderate, yang berhak memangku jabatan tersebut adalah orang yang paling cakap dari golongan Quraisy.
Kedua setelah terjadi peristiwa pembunuhan atas diri Utsman r.a. timbul perselisihan lain, yaitu sekitar persoalan dosa besar apa hakikatnya dan apa hukum orang yang mengerjakannya. Apa yang dimaksud dosa besar mula-mula ialah pembunuhan tersebut. Kelanjutannya, sudah barang tentu ialah perselisihan tentang iman, apa pengertian dan bagaimana batasnya, serta pertaliannya dengan perbuatan lahir. Perselisihan ini telah menimbulkan golongan-golongan Khawarij, Murjiah dan kemudian lagi golongan Mu’tazillah.
Dengan demikian, maka perselisihan dalam soal dosa besar (pembunuhan) sudah bercorak agama yang sebelumnya masih bercorak politik dan kemudian menjadi pembicaraan yang penting dalam theologi islam, sebagaimana halnya  dengan soal Khilafat dan Imamah, sedang soal-soal ini sebenarnya lebih tepat kalau dimasukkan dalam ilmu fiqih, karena bertalian dengan hukum amalan lahir bukan dalam kepercayaan. Maka penyebab lahirnya aliran-aliran kalam salah satu penyebabnya yang diatas tersebut dan masih banyak lagi penyebab-penyebab lain yang tidak dapat disebutkan karena keterbatasannya pengetahuan kami dan kekurangannya informasi.

D.    ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM
Aliran-aliran kalam terjadi karena perselisihan-perselisihan dikalangan kaum muslimin pada masa dahulu dikarenakan faktor-faktor kemanusiaan yaitu perbedaan cara berfikir dikalangan para pakar sebab-sebabnya antara lain:
Ø  Objek kajian yang masih gelap
Ø  Perbedaan keinginan, kecenderungan, kepribadian
Ø  Perbedaan orientasi
Ø  Bertaklid kepada para pendahulu
Ø  Perbedaan kapasitas intelektual
Ø  Cinta kekuasaan
Selain itu ada beberapa sebab perbedaan pendapat dalam bidang politik dan pemerintahan dikalangan kaum muslimin yaitu:
Ø  Fanatik kesukuan dan ke-Araban
Ø  Perebutan Khilafat
Ø  Pergaulan kaum muslimin dengan penganut berbagai agama lain dan masuknya sebagian mereka kedalam islam
Ø  Penerjemahan buku-buku filsafat
Ø  Melakukan pembahasan masalah-masalah yang rumit
Ø  Adanya ayat-ayat mutsyabihat dalam Al-Qur’an
Ø  Penggalian hukum syar’i
Karena sebab-sebab ini semua maka kaum muslimin mengenal berbagai aliran-aliran dalam lapangan, yaitu lapangan politik, Aqidah dan lainnya[5].
.
a.      Sebagian kecil aliran-aliran yang berada di Politik:
1.      Syi’ah
Syi’ah adalah mazhab politik yang pertama kali lahir dalam islam. Seperti telah disinggung, mazhab mereka tampil pada akhir masa pemerintahan Utsman, kemudian mereka tumbuh dan berkembang pada masa Ali. Setiap Ali berhubungan dengan masyarakat, mereka semakin mengagumi bakat-bakat, kekuatan beragama, dan ilmunya. Karena itu, para propagandis Syi’ah mengeksploitasi kekaguman mereka terhadap Ali untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka tentang dirinya.  Diantara pemikiran itu ada yang menyimpang, dan ada pula yang lurus. Ketika keturunan Ali, yang sekaligus keturunan Rasulullah mendapat perlakuan zalim yang semakin hebat dan banyak mengalami penyiksaan pada masa Bani Umayyah, rasa cinta mereka terhadap keturunan Ali semakin mendalam. Mereka memandang Ahlulbait ini sebagai syuhada dan korban kezaliman. Dengan demikian, semakin luaslah daerah mazhab Syi’ah dan pendukungnya semakin banyak.
Golongan Syi’ah muncul pada akhir masa Khalifah ketiga, Utsman kemudian tumbuh dan berkembang menjadi mazhab-mazhab. Sebagiannya menyimpang dan sebagiannya lurus. Namun, keduanya sama-sama fanatik terhadap keluarga Nabi.
Mazhab Syi’ah timbul di Mesir untuk pertama kali pada masa pemerintahan Utsman, karena di sana propagandis menemukan lahan yang subur. Kemudian tersebar luas di Irak yang dalam perkembangan berikutnya menjadi markas dan tempat menetap para penganutnya. Kalau Madinah dan Mekkah serta kota-kota lainnya di kawasan Hijaz menjadi tempat tumbuh kembangnya Sunnah dan Hadits, kemudian Syam menjadi buaian orang-orang Umawi, maka menjadi tempat tinggal Syi’ah.
Aliran-aliran Syi’ah:
- Saba’iah                                    - Ghurabiyyah
- Kaisaniyyah                              - Kaisaniyyah
- Zaidiyyah                                  - Imamiyyah Itsna ‘Asyariah(imamiyyah dua belas)
- Ism’iliyyah                                - Hakimiyyah dan Druz
- Nashiriyyah

2.  Khawarij
Mazhab Khawarij[6] muncul bersamaan dengan Syi’ah. Masing-masing muncul sebagai sebuah mazhab pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Pada awalnya, pengikut kedua mazhab ini adalah para pendukung Ali, meskipun pemikiran mazhab Khawarij lebih dahulu muncul daripada mazhab Syi’ah. Mazhab Khawarij untuk pertama kalinya muncul dikalangan tentara Ali ketika peperangan memuncak antara pasukan Ali dan Pasukan Mu’awiyah.
Aliran-aliran Khawarij:
- Azariqah                                                    - Najdah
- Shafriyyah                                                 - ‘Ajaridah
- Ibadhiyyah
                                                                    
Aliran-aliran Khawarij yang dipandang keluar dari Islam:
- Yazidah
- Maimuniyyah
b.      Sebagian kecil aliran-aliran yang berada di Aqidah:
1.      Murji’ah
Golongan ini muncul di tengah-tengah memuncaknya perdebatan mengenai pelaku dosa besar: apakah pelaku dosa besar masih tetap berimanbataukah tidak? Menurut Khawarij orang itu menjadi kafir, sedangkan menurut Mu’tazillah orang itu bukan mukmin, melainkan hanya Muslim. Hasan al-Bashri dan sebagian Tabi’in mengatakan bahwa orang itu munafik. Alasan mereka, perbuatan merupakan cerminan dari hati, sedangkan ucapan tidak dapat dijadikan indikator bahwa seseorang telah beriman. Adapun mayoritas umat islam memandang pelaku dosa besar sebagai orang Mu’min yang durhaka, yang persoalannya diserahkan kepada Allah: jika menghendaki, Ia dapat saja mengampuni kesalahannya. Ditengah-tengah pertentangan pendapat seperti itulah Murji’ah muncul dengan pendapatnya bahwa dosa tidak merusak keimanan, sebagaimana ketaatan tidak memberi manfaat bagi orang kafir. Diantara para pendukung paham ini ada yang berpendapat bahwa persoalan pelaku dosa besar diserahkan kepada Allah pada hari kiamat. Kelompok pendukung ini memiliki jumlah yang besar dan bergabung dengan sekelompok besar ulama Sunni. Bahkan dalam suatu penelitian diketahui bahwa pendapat golongan ini mewakili pendapat jumhur ulama.
Penyemaian benih pertama yang kemudian menumbuhkan Murji’ah terjadi pada masa sahabat Nabi, yaitu pada akhir pemerintahan Utsman. Pergunjingan tentang keadaan pemerintahan Utsman dan para pejabatnya berkembang sampai kepelosok-pelosok wilayah Islam. Pergunjingan itu kemudian melahirkan fitnah dan berakhir dengan terbunuhnya Utsman. Di saat-saat seperti itu sekelompok sahabat memilih bersikap diam dan menahan diri agar tidak mencampuri fitnah yang menimbulkan kekacauan luar biasa di kalangan umat Islam.
Para ulama membagi penganut Murji’ah k dala dua golongan. Pertama adalah Murji’ah al-Sunnah, yaitu berpendapat bahwa pendosa akan disiksa sesuai dengan ukuran dosanya, dan tidak kekal dineraka. Bisa saja Allah memaafkan dan menaunginya dengan rahmatNya sehingga tidak disiksa sama sekali, dan itu merupakan karunia Allah yang diberikanNya kepada siapa pun yang dikehendakiNya (Allah memiliki karunia yang maha besar. Termasuk dalam kelompok ini kebanyakan ulama fiqh dan hadits. Kelompok kedua adalah Murji’ah al-Bid’ah, yaitu mereka yang secara khusus memakai nama Murji’ah dikalangan mayoritas umat Islam. Mereka inilah yang berhak menerima ungkapan buruk dari semua pihak. Dan sebaiknya pemberian sifat Murji’ah dijauhkan dari para tokoh ulama sehingga tidak disamakan dengan mereka yang membolehkan segala-segalanya itu.

2.      Mu’tazillah
Golongan ini muncul pada masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi baru menghebohkan pemikiran islam pada masa pemerintahan Bani Abbas dalam masa yang cuku panjang.
Para ulama berbeda pendapat tentang waktu munculnya golongan ini. Sebagian berpendapat, golongan ini mulai timbul sebagai satu kelompok dikalangan pengikut Ali. Mereka mengasingkan diri dari masalah-masalah politik dan beralih kemasalah aqidah ketika Hasan turun dari jabatan Khalifah untuk digantikan oleh Mu’awiyah ibn Abu Sufiyan. Mengenai hal ini Abu al- Hasan al-Thara’ifi dalam bukunya Ahl al-ahwa wa al-Bida menyatakan “Mereka menanamkan diri dengan Mu’tazillah ketika Hasan ibn Ali membaiat Mu’awiyah dan menyerahkan jabatan Khalifah kepadanya. Mereka mengasingkan diri dari Hasan, Mu’awiyah dan semua orang  lain. Mereka menetap di rumah-rumah dan masjid-masjid. Mereka berkata, ‘Kami bergelut dengan ilmu dan ibadah’ “.
Pada umumya ulama berpendapat bahwa tokoh utama Mu’tazillah adalah Washil ibn ‘Atha’. Ia adalah seorang peserta dalam forum ilmiah Hasan al-Bashri. Di forum ini muncul yang hangat pada waktu itu, yaitu masalah pelaku dosa besar. Washil berkata dalam menentang pendapat Hasan, “Menurut saya pelaku dosa besar sama sekali bukan mu’min, bukan pula kafir, melainkan ia berada diantara dua posisi itu”. Washil kemudian menghindari forum Hasan dan membentuk forum baru dimasjid yang sama.
Dalam kitab-kitab Mu’tazillah, para penulisnya berpendapat bahwa awal munculnya paham itu jauh lebih dahulu dari kisah Washil diatas; mereka berpendapat bahwa diantara para penganut mazhab itu banyak yang berasal dari keluarga Nabi (Ahlul al-Bait). Yang termasuk penganut mazhab ini adalah Hasan al-Bashri sendiri. Hasan juga mengemukakan pendapat tentang pelaku dosa besar yang mirip dan tidak bertentangan dengan pendapat mereka, karena ia berpendapat bahwa pelaku dosa besar adalah munafik; kesamaannya ialah bahwa orang munafik juga kekal dalam neraka, dan tidak termasuk dalam kelompok orang beriman. Abu al-Hasan al-Khayyath dalam bukunya al-Intishar mengatakan, “Tidak seorang pun berhak mengaku sebagai penganut Mu’tazillah sebelum ia mengakui al-Ushul al-Khamsah (lima dasar), yaitu al-tauhid al-‘adl, al-wa’d wa al wa’id, al-Manzilah bain al-Manzilataini, al-Amr bi al-Ma'ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar.

3.      Asy’ariyyah
Serangan Mu’tazillah terhadap para fuqaha an muhadditsin semakin gencar. Tak seorang pun pakar fiqih yang populer dan pakar hadits yang mahsyur luput dari serangan itu. Suatu serangan dalam bentuk pemikiran disertai serangan fisik. Akibatnya, timbul kebencian masyarakat terhadap mereka yang berkembang menjadi permusuhan, dan masyarakat melupakan jasa baik dan jeri payah mereka untuk membela islam dalam melakukan perlawanan terhadap kaum zindik.
Pada akhir abad ke-3 H muncul dua tokoh yang menonjol, yaitu Abu al-Hasan al-‘Asy’ar di Bashrah dan Abu Mansyur al-Maturidi di samarkand. Mereka bersatu dalam melakukan bantahan terhadap Mu’tazillah, meskipun sedikit banyak mereka mempunyai perbedaan. Al-Asy’ari dilahirkan di Bashrah pada tahun 260 H dan wafat pada tahun kurang lebih 330 H.
Mazhab Asy’ariyyah mempunyai banyak pengikut, di Irak dan wilayah-wilayah Islam bagian barat mazhab ini dikenal sebagai mazhab Ahlussunnah wa Jama’ah. Banyak tokoh terkemuka yang menguatkan pandangan al-Asy’ari. Bahkan, sebagian besar berpegang pada pendapatnya secara fanatik; bukan hanya kesimpulan yang dicapainya, melainkan juga dalam premis-premis yang digunakan untuk sampai kepada kesimpulan ini. Mereka mengharuskan kepada para pengikutnya untuk mengikuti premis dan kesimpulannya sekaligus. Tokoh kelompok ini:
- Abu Bakar al-Baqillani
- Al-Ghazali

4.      Maturidiyyah
Mazhab Maturidiyyah ditokohi oleh al-Maturidi ialah Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud yang tahun kelahirannya tidak diketahui pasti akan tetapi nampaknya ia dilahirkan pada sekitar pertengahan abad ke-3 H, dan dilahirkan pada sebuah daerah di Samarkand dan wafat pada tahun 333 H.
Pemikiran  al-Maturidi lebih dekat kepada pemikiran Mu’tazillah daripada pemikiran kelompok fuqaha dan Ahlul hadits. Dan benarlah pernyataan dari almarhum al-Kautsari yang mengatakan, “Sesungguhnya Asy’ariyyah berada pada posisi antara Mu’tazillah dan Ahlul hadits. Sedangkan Maturidiyyah berada antara Mu’tazillah dan Asy’ariyyah”. Pada setiap pendapat dalam berbagai persoalan esensial yang tidak ada nashnya, dapat ditemukan bahwa pemikiran mereka dijelaskan dengan penalaran rasional disamping dalil naqli. Al-Maturidi mempunyai banyak kesamaan dengan al-Asy’ari pada sebagian besar kesimpulan yang dihasilkannya, tetapi juga mempunyai perbedaan dalam berbagai persoalan lainnya.

5.      Salafiyyah
Salafiyyah ialah orang-orang yang mengidentifikasikan pemikiran mereka dengan pemikiran para salaf. Mereka muncul pada abad ke-4 H. Mereka terdiri dari ulama mazhab Hambali yang berpendapat bahwa garis besar pemikiran mereka bermuara pada pemikiran Imam Ahmad ibn Hambal yang menghidupkan aqidah ulama salaf dan berusaha memerangi paham lainnya. Aliran ini muncul kembali pada abad  ke-7 H. Aliran ini dihidupkan oleh Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah yang menyiarkan dengan gencar. Ia menambahkan beberapa hal dengan mengaktualisasikan pemikiran paham ini sesuai dengan kondisi zamanya. Selanjutnya pada abad ke-12 H pemikiran serupa muncul kembali di Jazirah Arab, dihidupkan oleh Muhammad ibn Wahhab. Kaum Wahabi ini terus-menerus mengkampanyekannya sehingga membangkitkan amarah sebagian ulama.
Kita telah mengetahui, bahwa dalam menerangkan aqidah Islam serta berdialog dan berdiskusi, Mu’tazillah menempuh metode falsafi yang mereka tiru dari logika Yunani. Membela Islam merupakan motivator mereka untuk menempuh metode ini. Dalam penggunaan falsafi ini, mereka didampingi oleh Asy’ariyyah dan Maturidiyyah. Dua aliran yang disebut terakhir dekat dengan yang pertama dalam sebagaian besar kesimpulan yang mereka hasilkan, sekalipun mereka juga mengeritik aliran pertama mengenai hisab.
Kaum Salaf datang menentang penggunaan metode itu. Mereka menginginkan agar pengkajian aqidah kembali kepada prinsip-prinsip aqidah dan dalil-dalil yang mendasarinya dari al-Qur’an dan Sunnah, serta melarang untuk mempertanyakan dalil-dalil al-Qur’an itu.
Ibn Taimiyyah yang merumuskan metode kelompok ini membagi ulama dalam memahami aqidah Islam ke dalam empat kategori, yaitu:
Pertama, para filosof. Mreka mengatakan bahwa al-Qur’an datang dengan metode instruksional dan premis-premis yang dapat diterima masyarakat.
Kedua, para pakar ilmu kalam, yaitu Mu’tazillah. Mereka mengemukakan berbagai kesimpulan yang rasional sebelum mengadakan penalaran terhadap ayat-ayat Qur’an.
Ketiga, kelompok ulama yang mengadakan penalaran terhadap aqidah yang terdapat di al-Qur’an untuk di Imani, dan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya untuk di gunakan.
Keempat, kelompok orang yang beriman kepada al-Qur’an, baik aqidah maupun dalilnya, tetapi mempergunakan dalil rasional di samping dalil al-Qur’an itu. Kelihatannya Ibn Taimiyyah memasukkan Asy’ariyyah ke dalam kategori ini.





















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN :

Ilmu kalam itu adalah ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah ketuhanan serta berbagai masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan. Sumber ilmu kalam  adalah Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang banyak berisi penjelasan-penjelasan tentang wujud Tuhan dan sifat-sifatNya dan persoalan-persoalan theologi islam. Tujuan ilmu kalam ialah mengangkat kepercayaan seseorang dari lembah taqlid kepada puncak keyakinan.
 Aliran-aliran kalam terjadi dikarenakan  perselisihan-perselisihan dikalangan kaum muslimin pada masa dahulu yang disebabkan faktor-faktor kemanusiaan yaitu perbedaan cara berfikir.
- Sebagian kecil aliran-aliran yang berada di Politik:
a. Syiah
b. Khawarij
- Sebagian kecil aliran-aliran yang berada di Aqidah:
a. Murji’ah
b. Mu’tazillah
c. Asy’ariyyah
d. Maturidiyyah
e. Salafiyyah










DAFTAR PUSTAKA

1.      A. HANAFI, M.A
PENGANTAR THEOLOGI ISLAM


2.      PROF. DR. IMAM MUHAMMAD ABU ZAHRAH
ALIRAN POLITIK DAN AQIDAH DALAM ISLAM


3.      PROF. DR. H. ABUDDIN NATA, M.A
METODOLOGI STUDI ISLAM


[1] A. Hanafi M.A, Theologi Islam (ilmu kalam), (Jakarta:Bulan Bintang, 1979), cet. III, hlm. 10.
[2] A. Hanafi M.A, Pengantar Theologi Islam , (Jakarta :Al-Husna Zikra, 1995), cet . VI, hlm. 12.
[3] A. Hanafi M.A, Pengantar Theologi Islam , (Jakarta :Al-Husna Zikra, 1995), cet . VI, hlm. 18-19.
[4]  Dr. Ibrahim Madkur, Tarikhul Falsafah, 1948
 [5] Prof. Dr. Imam  Muhammad  Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah, (Jakarta Selatan : Logos Publishing House, 1996), Cet. I.
 [6] Nama Khawarij berasal dari  kata yang menunjukkan sikap mereka yang keluar (al-kharijah) dari pasukan Ali karena tidak setuju dengan penyelesaian pertikaian dengan Mu’awiyah melalui tahkim, yaitu mengangkat dua orang dari masing-masing pihak untuk menjadi hakim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar