BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris, yang artinya adalah suatu
interaksi yang mana setiap kelompok
menampilkan rasa hormat dan toleransi satu sama lain, yang berinteraksi tanpa
konflik atau asimilasi. Pluralisme agama sebagi objek persoalan yang ditanggapi
dalam arti suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama itu adalah sama atau
benar. Dan adapun gender yang asal katanya “Genus” yang artinya jenis atau
tipe. Gender adalah sifat perilaku yang diletakkan pada laki-laki.
B.
Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan diulas dalam makalah ini adalah:
-
Pengertian
Pluralisme,
-
Bentuk-bentuk
Diskriminasi Gender
-
Pengertian
Gender dan Manifisetasi gender pada posisi kaum perempuan
C.
Tujuan Penulisan
-
Untuk
memenuhi tugas mandiri mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
-
Untuk
mengetahui dan mengerti apa itu Pluralisme dan Gender
-
Untuk
lebih memahami lebih lanjut hal-hal yang berkaitan dengan Pluralisme dan Gender
D.
Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
-
Metode
Library research, yaitu hanya dengan membaca buku-buku dan mencari bahan-bahan yang
berhubungan dengan masalah yang saya bahas.
-
Metode
empiris, yaitu hanya berkisar pada pengetahuan penyusunan baik berdasarkan
pengalaman ataupun pengetahuan yang telah di dapat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pluralisme
Pluralisme menurut katanya berasal dari bahasa Inggris, pluralisme
apabila menunjuk dari Wikipedia bahasa Inggris, maka definisi (eng) pluralism
adalah: “in the social science, pluralism is a framework of in teraction which
groups show sufficient respect and tolerance of each other, that they
fruitfully coexist and interact without conflict or as simulation”. Atau dalam
bahasa Indonesia: “Sesuatu kerangka interaksi yang mana setiap kelompok
menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik
atau asimilasi (pembaharuan atau pembiasaan).
Saat ini pluralisme menjadi polemik di Indonesia karena perbedaan
mendasar antara pluralisme dengan pengertian awalnya yaitu pluralis sehingga memilki
arti: Pluralisme diliputi semangat religious, bukan hanya soal kultural, yang
digunakan sebagai alasan pencampuran anatara ajaran agama, sebagai merubah
ajaran suatu agama agar sesuai ajaran agama lain. Jika melihat kepada ide dan
konteks konotasi yang berkembang, jelas bahwa pluralisme di Indonesia tidaklah
sama dengan pluralisme sebagai pengertian dalam bahasa Inggris. Dan tidaklah
aneh jika kondisi ini memancing timbulnya reaksi dari berbagai pihak.
Pertentangan yang menjadi semakin membingungkan karena munculnya kerancuan
bahasa. Sebagaimana seorang mengucapkan pluralisme dalam kata non asimilasi
akan bingung jika bertemu dengan kata pluralisme dalam ani asimilasi, sudah
semestinya munculnya pluralisme pendapat agar tidak timbulnya kerancuan.
Pluralisme agama sebagai objek persoalan yang ditanggapi dalam arti
suatu paham yang mengajar bahwa semua agama adalah sama dan karenannya
kebenaran setiap agama adalah relative, oleh sebab itu, setiap pemeluk agama
tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang
lain adalah salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan
masuk daan berdampingan di surga. Bagi mereka yang mendefinisikan pluralism-non
asimilasi, hal ini disalah paham sebagai pelarangan terhadap pemahaman mereka
dianggap sebagai suatu kemunduran kehidupan berbangsa keseragaman memang bukan
suatu pilihan yang baik bagi masyarakat yang terdiri atas berbagai suku,
bermacam ras, agama dan sebagainya. Sementara di sisi lain bagi penganut definisi pluralisme asimilasi,
pelarangan ini berarti pukulan bagi ide yang mereka kembangkan. Ide mereka
untuk mencampurkan ajaran yang berbeda menjadi tertahan perkembangannya.
Pluralisme adalah sebuah kerangkan dimana ada interkasi beberapa
kelompok-kelompok yang menunjukkkan rasa saling menghormati dan toleransi satu
sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistesnsi) serta membuahkan hasil tanpa
konflik asimilasi.
Pluralisme adalah dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat
modern dan kelompok social yang penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama
kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.
Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi
kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya,
dalam masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan)
lebih tersebar.
Dipercayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih luas
dan komitmen dari anggota masyarakat, dan oleh karena itu hasil yang lebih
baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme adalah
penting ialah: perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, perhimpunan ilmiah.
Bisa diargumentasikan bahwa sifat pluralisme proses ilmiah adalah
factor utama dalam pertumbuhan pesat ilmu pengetahuan. Pada gilirannya,
pertumbuhan pengetahuan dapat dikatakan menyebabkan kesejahteraan manusiawi
bertambah karena, misalnya lebih besar kinerja dan perumbuhan ekonomi dan lebih
baiklah teknologi kedokteran.
Pluralisme juga menunjukkan hak-hak individu dalam memutuskan
kebenaran universal masing-masing.
B.
Pengertian Gender
Gender itu berasal dari bahasa Latin “GENUS” yang berate jenis atau
tipe. Gender adalah sifat dan perilaku yang diletakkan pada laki-laki. Menurut
Ilmu Sosiologi dan Antropologi, Gender itu sendiri adalah peilaku pembagian
peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikontruksikan atau dibentuk di
masyrakat tertentu dan pada masa waktu tertentu pula.
Gender ditentukan oleh social dan budaya setempat, sedangkan seks
adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Misalnya pada
laki-laki mempunyai penis, memproduksi sperma dan menghamili, sementara
perempuan mengalami menstruasi, bisa mengandung dan melahirkan serta menyusui
dan menopause.
Hubungan gender berbeda dengan waktu-kewaktu, dan masyarakat satu
dengan masyarakat lain, akibat perbedaan suku, agama, statsus social maupun
nilai tradisi dan norma yang dianut. Contoh masyarakat kultur tertentu dengan
masyarakat kultur lainnya, masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan.
Dari peran ataupun tingkah laku yang diproses pembentukannya di
masyarakat itu terjadi pembentukan yang “mengharuskan”. Misalnya perempuan itu
harus lemah-lembut, emosional, cantik, sabar, penyayang, sebagai pengasuh anak,
pengurus rumah dan lain-lain. Sedangkan laki-laki harus kuat, rasional, wibawa,
perkasa (macho), pencari nafkah dan lain-lain. Maka terjadilah ketidakadilan
dalam peran ini.
Proses pembentukan yang diajarkan secara turun-temurun oleh orang
tua kita, masyarakat, bahkan lembaga pendidikan yang ada dengan sengaja atau
tanpa sengaja memberikan peran (perilaku) yang sehingga membuat kita berpikir
bahwa memang demikianlah adanya peran-peran yang harus kita jalankan. Bahkan,
kita menganggapnya sebagai kodrat.
Dari kecil kita telah diajarkan, cowok akan diberikan mainan yang
memperlihatkan kedinamisan, tantangan, dan kekuasaan, seperti mobil-mobilan dan
pedang-pedangan. Sedangkan cewek diberikan mainan boneka, strikaan, alat ,
memasak dan lainnya.
Lalu, ketiak mulai sekolah dasar, dalam buku pelajaran juga
digambarkan peran-peran, jenis kelamin, contohnya, “Bapak membaca Koran,
sementara Ibu memasak di dapur”. Peran-peran hasil bentukan social budaya
inilah yang disebut dengan gender. Peeran yamg menghubungkan pekerjaan dengan
jenis kelamin.
C.
Bentuk-bentuk Diskriminasi Gender
Bentuk-bentuk diskriminasi gender antara lain;
a.
Marginalisasi (peminggiran)
Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi, misalnya banyak
peerempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi
gaji, jaminan kerja, ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan. Hal ini
terjadi karena sedikit perempuan yang mendapatkan peluang pendidikan.
Peminggiran dapat terjadi dirumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh Negara
yang bersumber keyakinan, tradisi atau kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun
asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).
b.
Subordinasi (penomor duaan)
Anggpan bahwa perempuan lemah,tidak mampu memimpin, cengeng dan
lain sebagainya, mengakibatkan peempuan jadi nomor dua setelah laki-laki.
c.
Stereotif (citra buruk)
Yaitu pandangan buruk terhadap peempuan. Misalnya perempuan yang
pulang larut malam adalah pelacur, jalang, dan berbagai sebutan buruk lainnya.
d.
Violence (kekerasan)
Yaitu serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami
kekerasan. Dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun
stereotif di atas. Perkosaan, pelecehan seksual atau perampokan: contoh
kekerasan paling banyak dialami perempuan.
e.
Beban kerja berlebihan
Yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan berat dan terus menerus.
Misalnya, seoramg perempuan selain melayani suami (seks), hamil, melhirkan,
menyusui, juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang ia juga ikut mencari
nafkah (dirumah), dimana hal tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan
tanggung jawab diatas.
D.
Manifiestasi Gender Pada Posisi Kaum Perempuan
Kita telah menyadari bahwa perbedaan gender (gender differences)
telah melahirkan ketidak adilan gender (gender inequalitces) dan ternyata
perbedaan gender ini mengakibatkan lahirnya sifat dan stereotipe yang oleh
masyarakat dianggap sebagai ketentuan kodrati atau bahkan ketentuan Tuhan.
Sifat dan stereotype yang sebenarnya merupakan kontruksi ataupun rekayasa
social dan akhirnya terkokohkan menjadi kodrat cultural. Dalam proses yang
panjang akhirnya telah mengakibatkan terkondisikannya beberapa posisi
peran-peran anatara lain:
1.
Perbedaan
dan pembagian gender yang mengakibatkan termanifestasi dalam posisi subordinasi
kaum perempuan dihadapan laki-laki. Subordinasi ini berkaitan dengan politik
terutama menyangkut soal proses pengambilan keputusan dan pengendalian
kekuasaan. Meskipun jumlahnya 50% dari penduduk bumi, namun posisi kaum
perempuan ditentukan dan dipimpin oleh kaum laki-laki. Subordinasi tersebut
tidak saja secara khusus terdapat dalam birokrasi pemerintahan, masyarakat
maupun masing-masing rumah tangga, tetapi juga secara global. Banyak sekali
contoh kasus, baik dalam tradisi, tafsir keagamaan, maupun dalam aturan
birokrasi dimana kaum perempuan diletakkan dalam posisi yang lebih rendah dari
kaum laki-laki. Contohnya; persyaratan bagi perempuan yang hendak menunaikan
tugas belajar keluarbegeri, ia harus mendapat izin dari suaminya, tapi
sebaliknya suami tidak perlu persyaratan izin dari isteri.
2.
Secara
ekonomis, perbedaan dan pembagian gender juga melhirkan proses marginalisasi
perempuan. Proses marginalisasi perempuan terjadi dalam kultur, birokrasi
maupun program-program pembangunan. Misalnya dalam program pertanian yang
dikenal dengan Revolusi Hijau. Kaum perempuan secara sistematis disngkirkan dan
dimiskinkan. Penggantian bibit pertanian jenis unggul terpaksa mengganti
ani-ani dengan sabit, artinya mengusur banyak sekali pekerjaan kaum perempuan
dikomunitas agraris terutama dipedesan. Dengan hanya mengakui laki-laki sebagai
kepala Rumah Tangga program indrustrialisasi pertanian sevara sistematis
menghalangi, tidak member ruang bagi kaum perempuan untuk mendapatkan pelatihan
dalam bidang pertanian ataupun akses kredit, perlakuan semacam itu secara tidak
terasa menggusur keberadaan kaum perempun yang selalu tidak produktif (dianggap bernilai rendah) sehingga
,endapat imbalan ekonomis lebih rendah.
3.
Perbedaan
dan pembagian gender juga membentuk penandaan atau stereotif terhadap kaum
perempuan yang berakibat pada penindasan terhadap mereka. Stereotif merupakan
satu bentuk penindasan ideology, cultural, yakni pemberian label yang
memojokkan kaum perempuan, sehingga berakibat kepada posisi dan kondisi kaum
perempuan. Misalnya stereotif kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” sangat
merugikan mereka. Akibatnya jika mereka hendak aktif dalam kegiatan yang
dianggapnya sebagai bidang kegiatan laki-laki seperti kegiatan politik, bisnis,
ataupun dipemerintahan, maka dianggap bertentangan atau tidak sesuai dengan
kodrat perempuan. Sementara stereotype laki-laki sebagai “pencari nafkah”
mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh kaumperempuan dianggap sebagai
“sambilan atau tambahan” dan cenderung tidak dihitung, tidak dihargai.
4.
Perbedaan
dan pembagian gender juga membuat kaum perempuan bekerja lebih keras dengan
memeras keringat jauh lebih panjang (double-burden) pada umumnya dicermati,
disuatu rumah tangga ada beberapa jenis pekerjaan yang dilakukan olh laki-laki
beberapa pekerjaan yang dilakukan perempuan. Pada kenyataannya, dalam banyak
observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa hamper 90% pekerjaan domistik
dikerjakan oleh perempuan. Terlebih-lebih bagi mereka yang bekerja seperti
buruh industtri ataupun profesi lainnya. Artinya mereka memiliki peran ganda
(beban kerja dirumah tangga dan diluar rumah).
5.
Perbedaan
gender tersebut juga melahirkan kekerasan dan penyiksaan (violence) terhadap
kaum perempuan, baik secara fisik ataupun secara mental. Keberagaman bentuk
kekerasan terhadap kaum perempuan terjadi karena perbedaan gender muncul dalam
berbagai bentuk. Yaitu bersifat fisik seperti, pemerkosaan, persetubuhan,
antara anggota keluarga (incest) pemukulan dan penyiksaan, bahkan yang lebih
sadis lagi pemotongan alat genital perempuan dan lain sebagainya. Kekerasan
dalam bentuk nonfisik, yang sering terjadi misalnya pelecehan seksual,
menyebabkan ketidaknyamanan bagi peempuan secara emosional.
6.
Perbedaan
dan pembagian gender dengan segenap manifestasinya, diatas, mengakibatkan
tersosialisasinya citra, posisi, kodrat dan penerimaan nasib perempuan yang
ada. Dengan kata lain segenap manifiestasi ketidakadilan gender itu sendiri
merupakan proses penjinakan (cooptatior) peran gender perempuan, sehingga kaum
perempuan sendiri juga menganggap bahwa kondisi dan posisi yang ada seperti ini
sebagai sesuatu yang normal dan kodrarti.
Pelanggengan posisi subordinasi, stereotype ddan kekerasan terhadap
kaum perempuan secara tidak sadar juga dijalankan dijalankan oleh ideology dan
kultur patriarki, yakni ideology kelakian. Ideology ini ada dikepala kaum laki-laki
maupun perempuan, juga dalam tafsir agama yang sangat mempengaruhi kebijakan
negara dan birokrasi pembangunan.
Karena itu kaum perempuan membuat sebuah gerakan yaitu gerakan
transformasi yang artinya suatu proses gerkan untuk menetapkan hubungan antara
manusia yang secara fundamental. Hubungan ini meliputi; politik, cultural,
ideology, lingkungan dan termasuk di dalamnya hubungan antara laki-laki dan
perempuan.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Pluralisme yang singkatnya bisa dikatakan dengan interaksi antar
kelompok. Tapi saat ini pluralisme menjadi politik di Indonesia karena
perbedaan mendasar antara pluralisme dengan pengertian awalnya yaitu pluralis
sehingga memiliki arti, pluralisme diliputi semangatnya religious, bukan hanya
social cultural.
Gender itu sendiri perilaku pembagian antara laki-laki dan
perempuan yang sudah di bentuk di masyarakat. Gender itu ditentukan oleh social
buidaya setempat, dan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan
Tuhan. Dan dalam kehidupan sehari-hari peran gender yang menghubungkan
pekerjaan dengan jenis kelamin seperti; di dalam buku pelajaran di
gambarkanperan-peran jenis. Contohnya Bapak membaca Koran sedangkan Ibu memasak
di dapur. Adapun bentuk-bentuk Diskriminasi gender terhadap kaum perempuan
yaitu:
1.
Maginalisasi
atau peminggiran
2.
Subordinasi
atau penomorduaan
3.
Stereotype
atau citra buruk
4.
Violence
atau kekerasan
5.
Beban
kerja berlebihan
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour, 1996. Analisis Gender Dan Transformasi, social
Yogyakarta: PT Pustaka Belajar.
Taher, Tarmizi, dkk, 1997. HAM dan Pluralisme agama-Surabaya: CV.
Fatma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar