Minggu, 08 Juli 2012

Pluralisme


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris, yang artinya adalah suatu interaksi yang mana  setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleransi satu sama lain, yang berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi. Pluralisme agama sebagi objek persoalan yang ditanggapi dalam arti suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama itu adalah sama atau benar. Dan adapun gender yang asal katanya “Genus” yang artinya jenis atau tipe. Gender adalah sifat perilaku yang diletakkan pada laki-laki.
B.     Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan diulas dalam makalah ini adalah:
-          Pengertian Pluralisme,
-          Bentuk-bentuk Diskriminasi Gender
-          Pengertian Gender dan Manifisetasi gender pada posisi kaum perempuan

C.    Tujuan Penulisan
-          Untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
-          Untuk mengetahui dan mengerti apa itu Pluralisme dan Gender
-          Untuk lebih memahami lebih lanjut hal-hal yang berkaitan dengan Pluralisme dan Gender

D.    Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
-          Metode Library research, yaitu hanya dengan membaca buku-buku dan mencari bahan-bahan yang berhubungan dengan masalah yang saya bahas.
-          Metode empiris, yaitu hanya berkisar pada pengetahuan penyusunan baik berdasarkan pengalaman ataupun pengetahuan yang telah di dapat.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pluralisme
Pluralisme menurut katanya berasal dari bahasa Inggris, pluralisme apabila menunjuk dari Wikipedia bahasa Inggris, maka definisi (eng) pluralism adalah: “in the social science, pluralism is a framework of in teraction which groups show sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without conflict or as simulation”. Atau dalam bahasa Indonesia: “Sesuatu kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembaharuan atau pembiasaan).
Saat ini pluralisme menjadi polemik di Indonesia karena perbedaan mendasar antara pluralisme dengan pengertian awalnya yaitu pluralis sehingga memilki arti: Pluralisme diliputi semangat religious, bukan hanya soal kultural, yang digunakan sebagai alasan pencampuran anatara ajaran agama, sebagai merubah ajaran suatu agama agar sesuai ajaran agama lain. Jika melihat kepada ide dan konteks konotasi yang berkembang, jelas bahwa pluralisme di Indonesia tidaklah sama dengan pluralisme sebagai pengertian dalam bahasa Inggris. Dan tidaklah aneh jika kondisi ini memancing timbulnya reaksi dari berbagai pihak. Pertentangan yang menjadi semakin membingungkan karena munculnya kerancuan bahasa. Sebagaimana seorang mengucapkan pluralisme dalam kata non asimilasi akan bingung jika bertemu dengan kata pluralisme dalam ani asimilasi, sudah semestinya munculnya pluralisme pendapat agar tidak timbulnya kerancuan.
Pluralisme agama sebagai objek persoalan yang ditanggapi dalam arti suatu paham yang mengajar bahwa semua agama adalah sama dan karenannya kebenaran setiap agama adalah relative, oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain adalah salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk daan berdampingan di surga. Bagi mereka yang mendefinisikan pluralism-non asimilasi, hal ini disalah paham sebagai pelarangan terhadap pemahaman mereka dianggap sebagai suatu kemunduran kehidupan berbangsa keseragaman memang bukan suatu pilihan yang baik bagi masyarakat yang terdiri atas berbagai suku, bermacam ras, agama dan sebagainya. Sementara di sisi lain  bagi penganut definisi pluralisme asimilasi, pelarangan ini berarti pukulan bagi ide yang mereka kembangkan. Ide mereka untuk mencampurkan ajaran yang berbeda menjadi tertahan perkembangannya.
Pluralisme adalah sebuah kerangkan dimana ada interkasi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistesnsi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.
Pluralisme adalah dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok social yang penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.
Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih tersebar.
Dipercayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota masyarakat, dan oleh karena itu hasil yang lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme adalah penting ialah: perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, perhimpunan ilmiah.
Bisa diargumentasikan bahwa sifat pluralisme proses ilmiah adalah factor utama dalam pertumbuhan pesat ilmu pengetahuan. Pada gilirannya, pertumbuhan pengetahuan dapat dikatakan menyebabkan kesejahteraan manusiawi bertambah karena, misalnya lebih besar kinerja dan perumbuhan ekonomi dan lebih baiklah teknologi kedokteran.
Pluralisme juga menunjukkan hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran universal masing-masing.
B.     Pengertian Gender
Gender itu berasal dari bahasa Latin “GENUS” yang berate jenis atau tipe. Gender adalah sifat dan perilaku yang diletakkan pada laki-laki. Menurut Ilmu Sosiologi dan Antropologi, Gender itu sendiri adalah peilaku pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikontruksikan atau dibentuk di masyrakat tertentu dan pada masa waktu tertentu pula.
Gender ditentukan oleh social dan budaya setempat, sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Misalnya pada laki-laki mempunyai penis, memproduksi sperma dan menghamili, sementara perempuan mengalami menstruasi, bisa mengandung dan melahirkan serta menyusui dan menopause.
Hubungan gender berbeda dengan waktu-kewaktu, dan masyarakat satu dengan masyarakat lain, akibat perbedaan suku, agama, statsus social maupun nilai tradisi dan norma yang dianut. Contoh masyarakat kultur tertentu dengan masyarakat kultur lainnya, masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan.
Dari peran ataupun tingkah laku yang diproses pembentukannya di masyarakat itu terjadi pembentukan yang “mengharuskan”. Misalnya perempuan itu harus lemah-lembut, emosional, cantik, sabar, penyayang, sebagai pengasuh anak, pengurus rumah dan lain-lain. Sedangkan laki-laki harus kuat, rasional, wibawa, perkasa (macho), pencari nafkah dan lain-lain. Maka terjadilah ketidakadilan dalam peran ini.
Proses pembentukan yang diajarkan secara turun-temurun oleh orang tua kita, masyarakat, bahkan lembaga pendidikan yang ada dengan sengaja atau tanpa sengaja memberikan peran (perilaku) yang sehingga membuat kita berpikir bahwa memang demikianlah adanya peran-peran yang harus kita jalankan. Bahkan, kita menganggapnya sebagai kodrat.
Dari kecil kita telah diajarkan, cowok akan diberikan mainan yang memperlihatkan kedinamisan, tantangan, dan kekuasaan, seperti mobil-mobilan dan pedang-pedangan. Sedangkan cewek diberikan mainan boneka, strikaan, alat , memasak dan lainnya.
Lalu, ketiak mulai sekolah dasar, dalam buku pelajaran juga digambarkan peran-peran, jenis kelamin, contohnya, “Bapak membaca Koran, sementara Ibu memasak di dapur”. Peran-peran hasil bentukan social budaya inilah yang disebut dengan gender. Peeran yamg menghubungkan pekerjaan dengan jenis kelamin.
C.    Bentuk-bentuk Diskriminasi Gender
Bentuk-bentuk diskriminasi gender antara lain;
a.      Marginalisasi (peminggiran)
Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi, misalnya banyak peerempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja, ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan. Hal ini terjadi karena sedikit perempuan yang mendapatkan peluang pendidikan. Peminggiran dapat terjadi dirumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh Negara yang bersumber keyakinan, tradisi atau kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).
b.      Subordinasi (penomor duaan)
Anggpan bahwa perempuan lemah,tidak mampu memimpin, cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan peempuan jadi nomor dua setelah laki-laki.
c.       Stereotif (citra buruk)
Yaitu pandangan buruk terhadap peempuan. Misalnya perempuan yang pulang larut malam adalah pelacur, jalang, dan berbagai sebutan buruk lainnya.
d.      Violence (kekerasan)
Yaitu serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami kekerasan. Dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotif di atas. Perkosaan, pelecehan seksual atau perampokan: contoh kekerasan paling banyak dialami perempuan.
e.       Beban kerja berlebihan
Yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan berat dan terus menerus. Misalnya, seoramg perempuan selain melayani suami (seks), hamil, melhirkan, menyusui, juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang ia juga ikut mencari nafkah (dirumah), dimana hal tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan tanggung jawab diatas.
D.    Manifiestasi Gender Pada Posisi Kaum Perempuan
Kita telah menyadari bahwa perbedaan gender (gender differences) telah melahirkan ketidak adilan gender (gender inequalitces) dan ternyata perbedaan gender ini mengakibatkan lahirnya sifat dan stereotipe yang oleh masyarakat dianggap sebagai ketentuan kodrati atau bahkan ketentuan Tuhan. Sifat dan stereotype yang sebenarnya merupakan kontruksi ataupun rekayasa social dan akhirnya terkokohkan menjadi kodrat cultural. Dalam proses yang panjang akhirnya telah mengakibatkan terkondisikannya beberapa posisi peran-peran anatara lain:
1.       Perbedaan dan pembagian gender yang mengakibatkan termanifestasi dalam posisi subordinasi kaum perempuan dihadapan laki-laki. Subordinasi ini berkaitan dengan politik terutama menyangkut soal proses pengambilan keputusan dan pengendalian kekuasaan. Meskipun jumlahnya 50% dari penduduk bumi, namun posisi kaum perempuan ditentukan dan dipimpin oleh kaum laki-laki. Subordinasi tersebut tidak saja secara khusus terdapat dalam birokrasi pemerintahan, masyarakat maupun masing-masing rumah tangga, tetapi juga secara global. Banyak sekali contoh kasus, baik dalam tradisi, tafsir keagamaan, maupun dalam aturan birokrasi dimana kaum perempuan diletakkan dalam posisi yang lebih rendah dari kaum laki-laki. Contohnya; persyaratan bagi perempuan yang hendak menunaikan tugas belajar keluarbegeri, ia harus mendapat izin dari suaminya, tapi sebaliknya suami tidak perlu persyaratan izin dari isteri.
2.       Secara ekonomis, perbedaan dan pembagian gender juga melhirkan proses marginalisasi perempuan. Proses marginalisasi perempuan terjadi dalam kultur, birokrasi maupun program-program pembangunan. Misalnya dalam program pertanian yang dikenal dengan Revolusi Hijau. Kaum perempuan secara sistematis disngkirkan dan dimiskinkan. Penggantian bibit pertanian jenis unggul terpaksa mengganti ani-ani dengan sabit, artinya mengusur banyak sekali pekerjaan kaum perempuan dikomunitas agraris terutama dipedesan. Dengan hanya mengakui laki-laki sebagai kepala Rumah Tangga program indrustrialisasi pertanian sevara sistematis menghalangi, tidak member ruang bagi kaum perempuan untuk mendapatkan pelatihan dalam bidang pertanian ataupun akses kredit, perlakuan semacam itu secara tidak terasa menggusur keberadaan kaum perempun yang selalu tidak  produktif (dianggap bernilai rendah) sehingga ,endapat imbalan ekonomis lebih rendah.
3.       Perbedaan dan pembagian gender juga membentuk penandaan atau stereotif terhadap kaum perempuan yang berakibat pada penindasan terhadap mereka. Stereotif merupakan satu bentuk penindasan ideology, cultural, yakni pemberian label yang memojokkan kaum perempuan, sehingga berakibat kepada posisi dan kondisi kaum perempuan. Misalnya stereotif kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka. Akibatnya jika mereka hendak aktif dalam kegiatan yang dianggapnya sebagai bidang kegiatan laki-laki seperti kegiatan politik, bisnis, ataupun dipemerintahan, maka dianggap bertentangan atau tidak sesuai dengan kodrat perempuan. Sementara stereotype laki-laki sebagai “pencari nafkah” mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh kaumperempuan dianggap sebagai “sambilan atau tambahan” dan cenderung tidak dihitung, tidak dihargai.
4.       Perbedaan dan pembagian gender juga membuat kaum perempuan bekerja lebih keras dengan memeras keringat jauh lebih panjang (double-burden) pada umumnya dicermati, disuatu rumah tangga ada beberapa jenis pekerjaan yang dilakukan olh laki-laki beberapa pekerjaan yang dilakukan perempuan. Pada kenyataannya, dalam banyak observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa hamper 90% pekerjaan domistik dikerjakan oleh perempuan. Terlebih-lebih bagi mereka yang bekerja seperti buruh industtri ataupun profesi lainnya. Artinya mereka memiliki peran ganda (beban kerja dirumah tangga dan diluar rumah).
5.       Perbedaan gender tersebut juga melahirkan kekerasan dan penyiksaan (violence) terhadap kaum perempuan, baik secara fisik ataupun secara mental. Keberagaman bentuk kekerasan terhadap kaum perempuan terjadi karena perbedaan gender muncul dalam berbagai bentuk. Yaitu bersifat fisik seperti, pemerkosaan, persetubuhan, antara anggota keluarga (incest) pemukulan dan penyiksaan, bahkan yang lebih sadis lagi pemotongan alat genital perempuan dan lain sebagainya. Kekerasan dalam bentuk nonfisik, yang sering terjadi misalnya pelecehan seksual, menyebabkan ketidaknyamanan bagi peempuan secara emosional.
6.       Perbedaan dan pembagian gender dengan segenap manifestasinya, diatas, mengakibatkan tersosialisasinya citra, posisi, kodrat dan penerimaan nasib perempuan yang ada. Dengan kata lain segenap manifiestasi ketidakadilan gender itu sendiri merupakan proses penjinakan (cooptatior) peran gender perempuan, sehingga kaum perempuan sendiri juga menganggap bahwa kondisi dan posisi yang ada seperti ini sebagai sesuatu yang normal dan kodrarti.
Pelanggengan posisi subordinasi, stereotype ddan kekerasan terhadap kaum perempuan secara tidak sadar juga dijalankan dijalankan oleh ideology dan kultur patriarki, yakni ideology kelakian. Ideology ini ada dikepala kaum laki-laki maupun perempuan, juga dalam tafsir agama yang sangat mempengaruhi kebijakan negara dan birokrasi pembangunan.
Karena itu kaum perempuan membuat sebuah gerakan yaitu gerakan transformasi yang artinya suatu proses gerkan untuk menetapkan hubungan antara manusia yang secara fundamental. Hubungan ini meliputi; politik, cultural, ideology, lingkungan dan termasuk di dalamnya hubungan antara laki-laki dan perempuan.


BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Pluralisme yang singkatnya bisa dikatakan dengan interaksi antar kelompok. Tapi saat ini pluralisme menjadi politik di Indonesia karena perbedaan mendasar antara pluralisme dengan pengertian awalnya yaitu pluralis sehingga memiliki arti, pluralisme diliputi semangatnya religious, bukan hanya social cultural.
Gender itu sendiri perilaku pembagian antara laki-laki dan perempuan yang sudah di bentuk di masyarakat. Gender itu ditentukan oleh social buidaya setempat, dan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan Tuhan. Dan dalam kehidupan sehari-hari peran gender yang menghubungkan pekerjaan dengan jenis kelamin seperti; di dalam buku pelajaran di gambarkanperan-peran jenis. Contohnya Bapak membaca Koran sedangkan Ibu memasak di dapur. Adapun bentuk-bentuk Diskriminasi gender terhadap kaum perempuan yaitu:
1.      Maginalisasi atau peminggiran
2.      Subordinasi atau penomorduaan
3.      Stereotype atau citra buruk
4.      Violence atau kekerasan
5.      Beban kerja berlebihan


DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour, 1996. Analisis Gender Dan Transformasi, social Yogyakarta: PT Pustaka Belajar.
Taher, Tarmizi, dkk, 1997. HAM dan Pluralisme agama-Surabaya: CV. Fatma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar